Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Ramadan

Contoh Khutbah setelah Shalat Idul Fitri 2020 di Rumah: Orang yang Merugi di Hari Raya Idul Fitri

Berikut contoh khutbah Idul Fitri 1441 H/ 2020, tentang orang-orang yang merugi saat hari raya Idul Fitri.

Penulis: Ayu Miftakhul
Editor: Whiesa Daniswara
zoom-in Contoh Khutbah setelah Shalat Idul Fitri 2020 di Rumah: Orang yang Merugi di Hari Raya Idul Fitri
Grafis Tribunnews.com/Ananda Bayu S
Idul Fitri 1441 Hijriah 

TRIBUNNEWS.COM - Berikut contoh khutbah setelah shalat Idul Fitri 1441 H/ 2020, tentang orang-orang yang merugi saat Hari Raya Idul Fitri.

Setelah melaksanakan shalat Idul Fitri (Ied) tentu dibarengi dengan khutbah oleh khatib.

Contoh naskah khutbah setelah shalat Idul Fitri ini disampaikan oleh Muhammad Abdul Tausikal, seperti dilansir dari almunawwar.

Khutbah Idul Fitri ini telah disampaikan oleh Muhammad Abdul Tausikal saat Idul Fitri 1440 H, lalu yang bertempat di Lapangan Parkir Pesantren Darush Sholihin Warak Girisekar Panggang Gunungkidul.

Pada khutbah Idul Fitri berikut ini akan menyampaikan tentang 10 orang yang merugi saat Hari Raya Idul Fitri.

Idul Fitri 1441
Idul Fitri 1441 (Grafis Tribunnews.com/Ananda Bayu S)

Baca: Contoh Naskah Khutbah Idul Fitri untuk Sholat Id di Rumah, Lengkap dengan Tata Caranya

Berikut contoh naskah khutbah yang disampaikan oleh Muhammad Abdul Tausikal.

Jangan sampai kita menjadi satu di antara 10 orang-orang yang merugi saat Idul Fitri setelah sebulan melaksanakan ibadah puasa.

Berita Rekomendasi

Pertama: Yang belum sadar shalat fardu hingga Idul Fitri

Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالكُفْرِ ، تَرْكَ الصَّلاَةِ

“Sesungguhnya batas antara seseorang dengan syirik dan kufur itu adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim, no. 82)

Imam Nawawi rahimahullah menyebutkan, “Jika seseorang meninggalkan shalat, maka tidak ada antara dirinya dan kesyirikan itu pembatas, bahkan ia akan terjatuh dalam syirik.” (Syarh Shahih Muslim, 2:64)

Kedua: Yang belum pernah menginjakkan kakinya di masjid hingga Ramadan usai

Padahal jika kita dalam keadaan sehat, punya penglihatan yang jelas, tidak ada penghalang untuk ke masjid tentu wajib untuk menunaikan shalat berjamaah di masjid.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kedatangan seorang lelaki yang buta. Ia berkata, ‘Wahai Rasulullah, aku tidak memiliki seorang penuntun yang menuntunku ke masjid.’ Maka ia meminta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk memberinya keringanan sehingga dapat shalat di rumahnya. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberinya keringanan tersebut. Namun ketika orang itu berbalik, beliau memanggilnya, lalu berkata kepadanya,

هَلْ تَسْمَعُ النِّدَاءَ بِالصَّلاَةِ ؟

‘Apakah engkau mendengar panggilan shalat?’ Ia menjawab, ‘Ya.’ Beliau bersabda,

فَأجِبْ

‘Maka penuhilah panggilan azan tersebut.’ (HR. Muslim, no. 503)

اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ

Allahu akbar, Allahu akbar, laa ilaaha illallah wallahu akbar. Allahu akbar walillahil hamd.

Ketiga: Yang memikirkan ibadah hanya di bulan Ramadan saja

Di antara salaf, ada yang bernama Bisyr pernah menyatakan,

بِئْسَ القَوْمُ لاَ يَعْرِفُوْنَ اللهَ حَقًّا إِلاَّ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ إِنَّ الصَّالِحَ الَّذِي يَتَعَبَّدُ وَ يَجْتَهِدُ السَّنَةَ كُلَّهَا

“Sejelek-jelek kaum adalah yang mengenal Allah di bulan Ramadhan saja. Ingat, orang yang shalih yang sejati adalah yang beribadah dengan sungguh-sungguh sepanjang tahun.” (Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 390)

Kita diperintahkan itu sampai mati, bukan hanya di bulan Ramadan saja, bukan hanya Ramadoniyyun saja.

Allah Ta’ala perintahkan,

وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ

“Dan sembahlah Rabbmu sampai datang kepadamu kematian.” (QS. Al-Hijr: 99).

Keempat: Yang merugi tidak mendapatkan Lailatul Qadar, hanya memikirkan persiapan lebaran saja dengan berada di mall-mall

Ada yang malam ke-27 Ramadan malah satu keluarga jalan-jalan ke mall di saat masjid-masjid penuh dengan orang yang iktikaf. Mereka yang di masjid sibuk mencari Lailatul Qadar, karena Lailatul Qadar di masa Nabi pernah terjadi di malam ke-27. Apa kerugiannya?

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa melaksanakan shalat pada malam lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari, no. 1901)

Keutamaan seperti ini juga rugi tidak ia dapatkan,

لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ

“Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.” (QS. Al Qadar: 3).

اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ

Allahu akbar, Allahu akbar, laa ilaaha illallah wallahu akbar. Allahu akbar walillahil hamd.

Baca: 30 Gambar Ucapan Idul Fitri Bisa Diunduh, Cocok untuk Update Status WA, FB, IG, dan Medsos Lainnya

Baca: Bagaimana Hukum Orang yang Lupa Bayar Zakat Fitrah sebelum Salat Idul Fitri? Ini Waktunya yang Tepat

Kelima: Menuruti anak dalam perkara maksiat untuk memeriahkan Idul Fitri

Ada yang menuruti anak dalam hal maksiat seperti memberikan alat musik, petasan, dan hal-hal mudarat serta haram lainnya. Dari sisi petasan untuk memeriahkan hari raya, di dalamnya tak ada manfaat sama sekali. Yang ada hanya suara bising yang mengganggu orang lain. Dalam ajaran Islam yang dituntunkan adalah seperti disebutkan dalam hadits,

الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ

“Seorang muslim adalah seseorang yang lisan dan tangannya tidak mengganggu orang lain.” (HR. Bukhari, no. 10 dan Muslim, no. 41).

Bermain petasan sama saja dengan membakar uang. Perbuatan ini termasuk tabdzir (menyalurkan harta untuk tujuan yang haram). Tabdzir itu termasuk mengikuti langkah setan sebagaimana disebutkan dalam ayat,

وَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ

“Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan.” (QS. Al Isro’: 26-27).

Keenam: Sudah mampu dengan memenuhi syarat zakat, namun pelit untuk berzakat

Harusnya seorang muslim tidak takut hartanya berkurang karena zakat dan sedekah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallampernah menyemangati Bilal untuk bersedekah,

أَنْفِقْ بِلاَل ! وَ لاَ تَخْشَ مِنْ ذِيْ العَرْشِ إِقْلاَلاً

“Berinfaklah wahai Bilal! Janganlah takut hartamu itu berkurang karena ada Allah yang memiliki ‘Arsy (Yang Maha Mencukupi).” (HR. Al-Bazzar dan Ath-Thabrani dalam Al-Kabir. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini sahih. Lihat Shahihul Jaami’, no. 1512)

Ilustrasi sholat
Ilustrasi sholat (Freepik)

Ketujuh: Sibuk meminta maaf pada manusia, namun tak peduli dosanya pada Ar-Razzaq (Yang Maha Memberi Rezeki)

Banyak yang saat Idul Fitri minta maaf kepada manusia, namun tak pernah ia meminta maaf kepada Allah. Ia terus saja meninggalkan shalat, atau shalatnya bolong-bolong dan itu berlanjut hingga Ramadan, kemudian berlanjut bada Ramadan. Seharusnya kita segera bertaubat. Dosa terkait hak Allah harusnya kita dahulukan untuk mendapatkan maaf dan ampunan Allah. Allah Ta’ala berfirman,

وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ

“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” (QS. Ali Imran: 135)

Kedelapan: Sudah sampai bulan Ramadan, tak kunjung pula menikah atau menikahkan putrinya padahal sudah wajib untuk menikah

Hatim Al-Asham berkata, “Ketergesa-gesaan biasa dikatakan dari setan kecuali dalam lima perkara, (di antaranya): menikahkan seorang gadis jika sudah bertemu jodohnya.” (Hilyah Al-Auliya’, 8:78)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا خَطَبَ إِلَيْكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ وَخُلُقَهُ فَزَوِّجُوهُ إِلاَّ تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِى الأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيضٌ

“Jika ada yang engkau ridhai agama dan akhlaknya datang untuk melamar, maka nikahkanlah dia. Jika tidak, maka akan terjadi musibah di muka bumi dan mafsadat yang besar.” (HR. Tirmidzi, no. 1084 dan Ibnu Majah, no. 1967. Syaikh Al-Albani dalam Irwa’ Al-Ghalil, no. 1868 menyatakan bahwa hadits ini hasan).

Kesembilan: Membahagiakan teman dengan maksiat seperti mengajak mabuk-mabukkan

Yang tepat adalah membahagiakan orang lain dengan mendukung dalam hal ibadah atau minimal perkara mubah, bukan dalam maksiat. Bagaimana caranya? Yaitu bisa dengan membantu urusannya, bisa dengan bersedekah untuknya, bisa dengan memberi hadiah, dan semacamnya.

Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَمَنْ كَانَ فِى حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللَّهُ فِى حَاجَتِهِ

“Siapa yang biasa membantu hajat saudaranya, maka Allah akan senantiasa menolongnya dalam hajatnya.” (HR. Bukhari no. 6951 dan Muslim no. 2580).

Kesepuluh: Masih muda hanya memikirkan kesenangan, tanpa memikirkan ibadah sama sekali, malah seringnya durhaka pada orang tua

Dari Abu Barzah Al-Aslami radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمْرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَا فَعَلَ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَا أَنْفَقَهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَا أَبْلاَهُ

“Kedua kaki seorang hamba tidaklah beranjak pada hari kiamat hingga ia ditanya mengenai: (1) umurnya di manakah ia habiskan, (2) ilmunya di manakah ia amalkan, (3) hartanya bagaimana ia peroleh dan (4) di mana ia infakkan dan (5) mengenai tubuhnya di manakah usangnya.” (HR. Tirmidzi, no. 2417, dari Abi Barzah Al-Aslami. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini sahih).

اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ

Allahu akbar, Allahu akbar, laa ilaaha illallah wallahu akbar. Allahu akbar walillahil hamd.

Padahal bulan Ramadan itu penuh ampunan dan rahmat, sehingga jika keluar dari Ramadan, keadaan seharusnya adalah mendapatkan banyak ampunan lewat amalan puasa, shalat tarawih, shalat pada malam lailatul qadar, dan membayar zakat fitrah. Qatadah mengatakan, “Siapa saja yang tidak diampuni di bulan Ramadhan, maka sungguh di hari lain ia pun akan sulit diampuni.” (Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 370-371)

Ulama salaf mengatakan kepada sebagian saudaranya ketika melaksanakan shalat Id di tanah lapang, “Hari ini suatu kaum telah kembali dalam keadaan sebagaimana ibu mereka melahirkan mereka.” (Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 366)

Apa yang harus kita lakukan bada Ramadan adalah berusaha istiqamah, berdoa agar amal kita diterima, dan berharap agar bisa lagi berjumpa dengan Ramadan berikutnya.

Sebagian ulama sampai-sampai mengatakan, “Para salaf biasa memohon kepada Allah selama enam bulan agar dapat berjumpa dengan bulan Ramadhan. Kemudian enam bulan sisanya, mereka memohon kepada Allah agar amalan mereka diterima.”

اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ

Allahu akbar, Allahu akbar, laa ilaaha illallah wallahu akbar. Allahu akbar walillahil hamd.

Demikian khutbah pertama ini.

أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا أَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

(Tribunnews.com/Ayumiftakhul)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas