Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Ramadan

Apa Itu Hilal? Ini Pengertian hingga Penetapan Hilal dalam Ketentuan Islam

Umat Islam sering melontarkan pertanyaan berkaitan dengan penentuan awal bulan. Simak pengertian hilal dan alasan mengapa perlu melihat hilal.

Penulis: Yurika Nendri Novianingsih
Editor: Arif Tio Buqi Abdulah
zoom-in Apa Itu Hilal? Ini Pengertian hingga Penetapan Hilal dalam Ketentuan Islam
WARTA KOTA/ANGGA BHAGYA NUGRAHA
Petugas Kantor Wilayah (Kanwil) Agama Provinsi DKI Jakarta, tengah memantau hilal awal Ramadhan 1441 H . Simak pengertian dan penetapan hilal dalam ketentuan Islam. 

TRIBUNNEWS.COM - Berikut ini pengertian dan penetapan hilal dalam ketentuan Islam

Setiap menjelang awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah, umat Islam selalu melontarkan pertanyaan mendasar berkaitan dengan penentuan awal bulan, yakni tentang hilal.

Pertanyaan tersebut biasanya seperti, apakah hilal sudah tampak, apakah hilal sudah bisa dilihat, dan lain sebagainya.

Adapun untuk Ramadan 1442 H ini, Kementerian Agama (Kemenag) akan menurunkan sejumlah pemantau hilal di 86 lokasi dari 34 provinsi di Indonesia.

Lantas, apa itu hilal?

Dikutip dari jurnal Memahami Makna Hilal Menurut Tasir Al-Qur'an dan Sains oleh Qomarus Zaman, hilal muncul sebagai penentu perbedaan waktu dan ketetapan alat waktu guna menentukan kapan terjadinya waktu beribadah kepada Allah.

Sedangkan hilal itu sendiri menurut Imam Syaukani memiliki makna yaitu sebuah nama bulan yang muncul di setiap awal bulan dan akhir bulan.

Berita Rekomendasi

Menurut Imam Ashmu’i, hilal merupakan bulan sabit yang berbentuk mulai tipis sampai menjadi bulan yang sempurna alias purnama.

Baca juga: Apa Itu Lailatul Qadar? Berikut Pengertian Beserta Tanda-tanda Datangnya Malam Seribu Bulan

Baca juga: Sidang Isbat Penentuan 1 Ramadhan 1442 H Digelar Besok, Ini Lokasi Pemantauan Hilal di 34 Provinsi

Selain itu, hilal juga disebut mulai dari bulan sabit sampai bulan tersebut bisa menerangi alam langit dengan cahayanya sendiri secara total.

Dalam sebuah periwayatan diceritakan, bahwasannya Mu’adz bin Jabal dan Tsa’labah bin Ghanimah kedua-duanya berkata kepada Rasulullah:

“Ya Rasulullah, kami mengiyakan bahwasannya hilal itu sesungguhnya dimulai dari bulan yang sangat tipis sekali seperti benang dan muncul hanya beberapa menit saja."

"Kemudian dia akan sedikit demi sedikit membesar memenuhi sampai menjadi sama besarnya dengan bagian yang lainnya dan menjadi bulat keseluruhannya (Bulan purnama), kemudian akan kembali lagi seperti sediakala mengecil dan tipis seperti benang. Pergerakan pergantian bulan tidak akan terjadi hanya dengan satu kali keadaan.”

Dari banyak makna hilal menurut para mufasir dan fuqaha tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa hilal adalah penampakan bulan muda (bulan sabit) setelah terjadi ijtimak yang terlihat pada awal bulan pada malam kesatu kedua dan ketiga yang diteriakan oleh orang yang melihatnya atau diberitahukan kepada orang yang tidak melihatnya sebagai pertanda awal bulan dimulai dalam sistem kalender.

Sementara itu, hilal menurut sains adalah tanda petunjuk atau penanda waktu dan merupakan satu kesatuan sistem waktu yang terdiri dari hari, bulan dan tahun.

Sistem seperti ini menjadi bentuk kalender (almanak, taqwim) yang dipergunakan secara mudah untuk kepentingan umat manusia dalam pelaksanaan ibadah puasa, haji, waktu shalat, penentuan masa iddah dan perjanjian mualamah lainnya.

Dalam pandangan astronomi modern seperti Danjon, hilal baru akan terlihat jika posisi bulan dalam jarak minimal 8 derajat disamping matahari (The moon’s crescent cauld rot be seen closer to the sun for elongation less that).

Pendapat ini pernah dikukuhkan oleh Muammer Dizer dalam Konferensi Islam Internasional di Istambul Turki tahun 1978.

Menurut penelitiannya yang telah diterima oleh para ahli astronomi internasional, bulan terlihat dengan posisinya dari jarak matahari (sudut azimutnya) 8 derajat dan posisi ketinggian diatas ufuk 5 derajat.

Dia menyatakan, sangat mustahil jika ada sebagian pendapat yang menyatakan posisi ketinggian bulan di bawah 5 derajat diatas ufuk bisa terlihat dengan mata.

Sedangkan MABIMS termasuk Indonesia membuat kriteria imkan al-rukyat, menyatakan bahwa ukuran posisi hilal dapat terlihat pada ketinggian 20 derajat.

Jarak elongasi sudut azimutnya 3 derajat dan jarak saat ijtimak dan waktu terbenam matahari 8 jam.

Kriteria MABIMS ini lebih rendah dari pada kriteria Istambul.

Petugas Lembaga Falakiyah Pondok Pesantren Al-Hidayah memantau hilal penetapan awal puasa 2020 di Masjid Al Musari'in, Jakarta, Kamis (23/4/2020). Pemantauan hilal tersebut untuk menetapkan tanggal 1 Ramadhan 1441 H. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Petugas Lembaga Falakiyah Pondok Pesantren Al-Hidayah memantau hilal penetapan awal puasa 2020 di Masjid Al Musari'in, Jakarta, Kamis (23/4/2020). Pemantauan hilal tersebut untuk menetapkan tanggal 1 Ramadhan 1441 H. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Kriteria yang terakhir ini digunakan Malaysia Singapura dan Brunei, sedangkan lndonesia masih belum ada perbedaan dan belum ada kesepakatan tentang kriteria tersebut.

Secara astronomi penampakan hiIaI baru akan kelihatan setelah satu hari atau dua hari dari garis mu’ayanah.

Dikutip dari kominfo.go.id, terdapat beberapa istilah yang digunakan di Indonesia dalam menggambarkan atau menamai posisi hilal.

Hilal pada umumnya berada tegak dan terlihat sebagai bulan sabit yang tipis.

Namun tidak menutup kemungkinan hilal dapat berada sedikit ke atas atau berada sedikit ke bawah.

Letak hilal ini, menimbulkan adanya istilah ‘hilal agak tengkurap’ dan ‘hilal agak terlentang’.

Namun hilal juga tidak mungkin berada tepat di bagian atas atau benar-benar terlihat ‘tengkurap’.

Mengapa demikian? Karena hal tersebut mengindikasikan bahwa matahari berada di atas sehingga hilal tenggelam lebih dulu daripada matahari.

Dengan demikian, hilal hanya mungkin tampak tegak dan hilal ‘terlentang’.

Penetapan Hilal dalam Ketentuan Islam

Hilal pada penetapannya dapat dilakukan melalui hisab dan rukyat.

Menetapkan hilal tidak hanya didukung sains-astronomi tanpa ketentuan Islam itu sendiri.

Dr. Thomas Djamaluddin selaku profesor riset astronomi-astrofisika LAPAN, menjelaskan hubungan antara hisab, rukyat, dan isbat, dalam gambaran yang sederhana.

Sebuah hisab tidak akan bermakna tanpa rukyat, dimana rukyat tidak ada maknanya tanpa isbat.

Hisab hanya menghasilkan angka-angka yang tidak dapat menyimpulkan masuknya awal bulan tanpa ada kriteria rukyat.

Rukyat itu sendiri menambahkan kriteria-kriteria tertentu agar hasil hisab dapat sesuai dan diperhitungkan secara tepat.

Baca juga: Sidang Isbat Awal Ramadhan 1442 H Akan Digelar Senin 14 April 2021, Ini Daftar Lokasi Pantau Hilal

Baca juga: Live Streaming Sidang Isbat Ramadhan 2021, Penentuan Puasa 1 Ramadan 1442 H

Akan tetapi hasil rukyat juga perlu diberi kewenangan atau otoritas agar dapat ditetapkan dan diakui secara benar.

Hilal pada penetapannya dapat dilakukan melalui hisab dan rukyat.

Pentingnya kedua hal tersebut, tentu juga bergantung pada pengamatan astronomi dan tak lepas dari teknologi.

Untuk mencapai sebuah penetapan yang akurat, berbagai lembaga sains-astronomi di Indonesia melakukan pengamatan khusus terkait kemunculan bulan baru yang menandai hadirnya bulan Qomariah dalam Islam.

Di Indonesia, pengamatan hilal ini dilakukan secara khusus oleh beberapa lembaga, antara lain BMKG, LAPAN, Planetarium, serta Observatorium Bosscha.

(Tribunnews.com/Yurika)

Berita lain terkait Ramadan 2021

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas