5 Pesan Ketua Umum PP Muhamadiyah Haedar Nashir dalam Menjalani Puasa Ramadhan
Lima pesan Ketua Umum PP Muhamadiyah Haedar Nashir pada masyarakat luas untuk menjalani ibadah di bulan Ramadhan 2021.
Penulis: Triyo Handoko
Editor: Daryono
TRIBUNNEWS.COM - Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhamadiyah Haedar Nashir memberikan pesan pada masyarakat luas dalam menjalani ibadah puasa bulan Ramadhan.
Terdapat lima pesan yang diberikan Haedar Nashir pada Ramadan 1442 H.
Dari pesan soal bagaimana menjalani ibadah puasa yang berkualitas hingga menjaga nilai kebhinekaan.
Mengutip laman resmi PP Muhamadiyah, berikut lima pesan Haedar Nashir.
Baca juga: Presiden Apresiasi Kontribusi Muhamadiyah dalam Penanganan Pandemi Covid-19
Baca juga: Ketua PP Muhamadiyah Sesalkan Penyertaan Nama Organisasi dalam Diskusi terkait Pemakzulan Jokowi
1. Puasa sebagai Wahana Transformasi Diri
Haedar mengatakan bahwa dalam melaksanakan puasa harus betul-betul dengan kondisi lahir dan batin.
“Jangan sampai puasa itu hanya mengubah jadwal makan dan minum kita tetapi tidak mengubah perilaku makan dan minum kita yang dimestikan untuk tetap tidak boleh israf (melampaui batas)?” sebutnya.
Lebih dari sekedar menahan lapar dan haus, puasa batin dapat menghasilkan perilaku yang jujur.
Tidak hanya jujur di muka, namun jujur di mana saja bahkan dalam kondisi yang jauh.
Haedar pun menceritakan kisah nabi, suatu saat Nabi sedang keliling di kota Madinah ada seseorang yang sedang memaki-maki hamba sahayanya padahal saat itu bulan puasa lalu Nabi dengan santun memberi kurma kepada orang itu.
“Ya Rasul kenapa engkau berikan kurma padahal aku sedang berpuasa?” kata orang tersebut pada nabi.
“Banyak orang yang namun dia tidak mendapatkan apapun dari puasanya selain lapar,” jawab Nabi.
Itu adalah bentuk sindiran Nabi yang paling tajam.
Saat ia berpuasa seharusnya ia dapat menahan nafsu amarahnya maka sama saja puasa yang dilakukannya tak mendapat apapun selain lapar.
Baca juga: Menpora Harap Angkatan Muda Muhamadiyah Jadi Teladan Masyarakat Hadapi Pandemi Covid-19
Baca juga: Muhamadiyah Pilih Pakai Istilah New Reality Dibanding New Normal
2. Laksanakan Salat Tarawih dan Salat Malam lainnya
Haedar mengimbau agar masyarakat tidak memaksakan diri apabila salat tidak memungkinkan untuk ditunaikan di masjid.
Bukan berarti mengajak orang untuk menjauhkan diri dari masjid, tetapi karena kondisi yang masih tidak memungkinkan, selain itu melaksanakan salat di rumah pun kita bisa khusyuk.
“Jadikan Qiyamul Lail (tahajud, tarawih, dan salat malam) kita itu menjadikan diri kita orang-orang yang memperoleh kemuliaan dalam hidup kita lahir dan batin,” tutur Haedar.
Haedar menjelaskan orang yang mulia lahir dan batin dia tidak akan makan barang yang haram termasuk yang subhat.
Di saat dia punya peluang dia tidak akan melakukan penyimpangan apapun ketika ada ruang untuk menyimpang dan dia tetap jujur ketika di luar jauh dari jangkauan orang, itulah kemuliaan buah dari kita Qiyamul lail.
Sementara itu, qiyamul lail itu harus menimbulkan hati yang semakin tentram termasuk menghadapi berbagai macam hal dalam kehidupan kita.
Baca juga: Kisah Haedar Nashir 10 Tahun Jadi Wartawan dan Sempat Kena Tipes Selama Setahun
Baca juga: Haedar Nashir: Komitmen dan Pemikiran Jakob Oetama Niscaya Kemajuan Berpikir Bangsa Indonesia
3. Pahami Arti dan Makna Al-Quraan
Ditegaskan Haedar, al-Qur’an harus jadi petunjuk mana yang baik, benar, keliru, halal, buruk, salah, yang pantas dan tidak pantas.
Orang yang paham al-Quran mempratekkan al-Quran dengan bisa memilah milahnya, dia lakukan yang benar dan tidak lakukan yang salah.
Ketika ketidakpantasan, keburukan, dan kesalahan itu membuat diri kita senang nah ini yang perlu hal-hal yang salah itu membuat kita senang tetapi senang seketika.
Sebagai contoh, pendiri Muhammadiyah Kiai Dahlan mengajarkan surat Al-Maun selama tiga bulan.
Al-Maun itu dihafalkan ratusan tahun oleh orang Islam tetapi tidak membekas dan dipraktikkan menjadi sebuah gerakan untuk membela yang miskin, yatim, dhuafa, mustadafin, dan lainnya.
Maka tahfizul Qur’an harus dibarengi dengan pengamalan al-Qur’an juga ilmu harus tetap kita raih di bulan Ramadan. Maka, selain mempelajari Quran kita juga harus mempraktekkan ilmunya.
Baca juga: PBNU Terbitkan Panduan Ibadah Ramadan dan Idul Fitri di Tengah Pandemi Covid-19, Ini Poinnya
4. Jadikan Ramadhan Lahan Bersedekah
Haedar menganjurkan bulan Ramadan sebagai bulan beramal sedekah.
Menurut Haedar, bahkan Nabi memberi rambu-rambu bahwa sedekah yang paling afdal di bulan Ramadan.
Bukan berarti di bulan lain tidak baik namun ini memicu kita untuk semakin berlomba untuk bersedakah.
5. Ramadhan Wasilah Cinta Bangsa dan Negara
Ramadan harus jadi wasilah untuk kita cinta bangsa.
Kata Allah, tidak disebut beriman seseorang sampai terbukti ia mencintai sesama seperti mencintai dirinya.
“Perbedaan agama, ras, suku, bahkan politik jangan sampai hilang rasa cinta kita kepada sesama.
Maka orang mukmin harus mencintai sesamanya dalam keragamaan dan cintanya harus tulus,” terang Haedar.
“Indonesia ini milik kita bersama diperjuangkan bersama-sama dan kita umat Islam memberi saham besar bagi Indonesia maka kondisi apapun pada bangsa ini menjadi tanggung jawab bersama. Tumbuhkan sikap tabligh, amanah, sidiq, dan fatonah. Kalau mempraktekkan itu insyaAllah selamat dan maju,” sambungnya.
Selain itu, menurut Haedar, dalam berbangsa juga harus saling memiliki.
Jangan karena berbeda politik kita terpecah.
“Kita boleh mengkritik kondisi yang tidak baik tetapi jangan kehilangan cinta kepada Indonesia,” pungkasnya.
(Tribunnews.com/Triyo)