Dr Sukidi: Hidup Toleran Ciri Kepribadian Bangsa, Umat agar Lawan Hoax
sangat sayang akhir-akhir ini kehidupan toleransi seringkali ternodai karena adanya gesekan politik.
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Akademisi lulusan Harvard University yang juga pengurus Muhammadiyah Surakarta, Sukidi, mengingatkan bahwa sejak Walisongo hingga Soekarno selalu mengingatkan hidup rukun adalah jatidiri orang Indonesia.
Dan di tengah suasana Ramadhan kali ini, semangat itu perlu diingatkan, khususnya agar bisa hidup bersama antar umat beragama.
Hal itu disampaikan lulusan jurusan Islamic Studies itu saat mengisi Ngabuburit Bersama Badan Kebudayaan Nasional Pusat (BKNP) PDI Perjuangan, Senin (10/5/2021), dengan tema ‘Toleransi sebagai Jati Diri Hidup Bangsa Indonesia’, dipandu host KH Zuhairi Misrawi
Sukidi mengatakan sangat sayang akhir-akhir ini kehidupan toleransi seringkali ternodai karena adanya gesekan politik. Makin memanasnya kondisi masyarakat ini juga disebabkan oleh fenomena hoax. Bahkan terkesan ingin memecah belah persatuan bangsa demi kepentingan kelompok, padahal sangat merugikan rakyat.
Menurut Sukidi, Bung Karno sering mewanti-wanti akan terjadinya hal seperti ini.
“Bung Karno memberikan contoh untuk hidup rukun. Maka salah satu cita-cita bung Karno adalah hidup damai para rakyat Indonesia dengan adanya sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Bukan hanya agama Islam saja yang dimasukkan dalam Pancasila,” jelas Sukidi.
Sila itu memiliki pesan bahwa seharusnya bangsa Indonesia hidup rukun dan damai sehingga bisa menjadi bangsa yang tumbuh dalam kasih dan damai, menjadi masyarakat yang guyub rukun dan madani sesuai dengan cita-cita dan kepribadian bangsa.
“Namun, saat ini kita sering sekali melihat pertikaian antar golongan umat beragama, antar suku. Hal ini sangat menyedihkan karena sudah sangat jauh dari cita-cita dan kepribadian bangsa. Hoax dan permusuhan bukanlah ajaran agama Islam dan juga bukanlah kepribadian seorang muslim,” urai Sukidi.
“Sehingga untuk umat muslim saat ini yang sedang menjalankan ibadah puasa sudah seharusnya kita saling mengingatkan untuk tidak turut menyebarkan hoax dan memicu perpecahan, karena agama Islam adalah agama yang Rahmatan lil’alamin,” tambahnya.
Sukidi mengatakan Bung Karno pernah menegaskan umat muslim harusnya menjadi lokomotif pergerakan perdamaian. Karena setiap bertemu sesama muslim, pasti mengucapkan salam.
“Salam ini yang artinya dalam Bahasa Indonesia adalah semoga kedamaian bersamamu,” lanjut Sukidi.
Baca juga: Nadiem Makarim: Puasa Mengajarkan Pentingnya Toleransi Antar Umat Beragama
Sebagai sebuah bangsa yang mempunyai kepribadian hidup rukun dan damai, sudah seharusnya masyarakat bertahan sebagai bangsa yang melawan perpecahan. Ini bisa dimulai dengan melawan berita palsu. Dan seharusnya mempunyai sikap tenggang rasa terhadap kelompok yang berbeda.
Sukidi mengatakan jangan sampai kita menghancurkan apa yang sudah ada, yakni nilai-nilai yang ditegakkan Founding Father.
“Jangan sampai ajaran islam damai yang diajarkan ke bumi Nusantara ini oleh para Walisongo kita hancurkan hanya demi kepentingan dan nafsu dunia semata. Kita sebagai bangsa yang berkribadian harus menghilangkan sekat-sekat primodial yang tidak menyatukan rasa nasionalisme bersama,” ulas Sukidi.
“Kita adalah satu sebagai bangsa Indonesia, kita harus bahu-membahu gotong royong untuk menjaga bangsa Indonesia, satu sebagai sebuah bangsa, satu sebagai sebuah cita-cita keadilan bersama, maka salah satu tindakan yang penting adlah hidup rukun antar umat beragama dan saling toleransi kepada mereka yang berbeda,” pungkas Sukidi.
Program Ngabuburit BKNP PDIP dengan tema besar ‘Mata Air Kearifan Walisongo’ hadir setiap hari pada bulan Ramadhan pukul 17.00 WIB. Sementara sebelum sahur, ditampilkan program sejenis juga. Semuanya dapat diikuti melalui kanal Youtube: BKNP PDI Perjuangan, Instagram: BKNPusat dan Facebook: Badan Kebudayaan Nasional Pusat.