Sampai Kapan Qadha Puasa Ramadhan Bisa Dilakukan? Adakah Batas Waktunya?
Apakah ada ketentuan mengenai kapan batas akhir qadha puasa Ramadhan itu bisa dilakukan? Ini penjelasannya.
Penulis: Arif Tio Buqi Abdulah
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
TRIBUNNEWS.COM - Bulan Ramadhan 1443 H/2022 tinggal sebentar lagi, umat Islam yang masih memiliki utang puasa pada Ramadhan tahun lalu mesti membayarnya atau melunasi utang puasa tersebut.
Mengganti puasa Ramadhan di bulan lain ini disebut dengan qadha.
Qadha atau membayar puasa berlaku bagi orang yang sanggup berpuasa saat Ramadhan, namun terhambat karena halangan-halangan tertentu atau uzur.
Akademisi UIN Surakarta, Shidiq, M,Ag dalam program Tanya Ustaz Tribunnews menerangkan, ada beberapa orang dengan uzur tertentu yang diperbolehkan tidak menjalankan ibadah puasa di Bulan Ramadan.
Antara lain seperti orang yang sakit, orang yang haid, nifas, orang yang sedang dalam perjalanan jauh, dan lain-lain.
Baca juga: Niat Puasa Ganti Ramadan atau Mengqadha, Lengkap dengan Cara Membayar Utang Puasa
Baca juga: Ketentuan Fidyah bagi yang Tidak Mampu Qadha Puasa, Berapa Takaran Fidyah Satu Orang/Hari?
Namun orang-orang yang mendapat uzur tersebut diwajibkan mengqadha atau membayar utang puasa seusai Ramadan.
Umat muslim yang ingin membayar utang puasa dapat melakukannya di hari apa saja, selama hari tersebut bukan hari haram untuk berpuasa.
Atau, bisa juga dilakukan bersamaan dengan hari Senin atau Kamis untuk mendapatkan beberapa pahala puasa sekaligus.
Lantas apakah ada ketentuan mengenai kapan batas akhir qadha puasa Ramadhan itu bisa dilakukan?
Terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama mengenai waktu batas akhir qadha puasa Ramadhan.
Baca juga: Doa Ziarah Kubur Menjelang Bulan Ramadhan 2022, Lengkap dengan Tahlil
Dilansir laman Bimas Islam Kemenag, setidaknya terdapat dua pendapat ulama dalam hal ini.
Pertama, batas akhir qadha puasa Ramadhan adalah hingga datang puasa Ramadhan berikutnya.
Ini merupakan pendapat mayoritas ulama Syafiiyah dan ulama Hambali.
Dalam hal ini, jika seseorang tidak melakukan qadha puasa Ramadhan hingga puasa Ramadhan berikutnya tiba, maka dia berdosa.
Disisi lain, orang tersebut tetap wajib yang mengqadha puasanya.
Selain itu juga wajib memberikan fidyah kepada orang miskin sebanyak satu mud dalam satiap satu hari puasa sebagai tebusan kelalaian karena telah melewati batas akhir qadha puasa Ramadhan.
Ini sebagaimana disebutkan dalam kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah.
Ulama Syafiiyah dan Hambali menegaskan bahwa berdosa mengakhirkan qadha puasa (hingga datang puasa berikutnya) jika waktu qadha berakhir tanpa ada udzur. Ini berdasarkan perkataan Aisyah; Aku dahulu punya kewajiban qadha puasa Ramadhan. Aku tidaklah bisa membayar utang puasa tersebut kecuali pada bulan Sya’ban karena sibuk (mengurus) Nabi Saw. Mereka berkata; Andaikan bisa, maka Sayidah Aisyah akan mengakhirkan qadha puasa tersebut. Selain itu, puasa Ramadhan merupakan ibadah yang berulang-ulang setiap tahun sehingga tidak boleh mengakhiran puasa Ramadhan pertama pada puasa Ramadhan berikutnya sebagaimana shalat-shalat wajib.
Baca juga: 9 Hal yang Makruh Dilakukan saat Puasa, Pahala Dapat Berkurang dan Jadi Tidak Bermakna
Pendapat kedua yakni tidak ada batas akhir qadha puasa Ramadhan.
Ini merupakan pendapat dari ulama Hanafiyah, bahwa Qadha puasa Ramadhan boleh dilakukan kapan saja, baik setelah tahun puasa Ramadhan yang ditinggalkan atau tahun-tahun berikutnya.
Menurut ulama Hanafiyah, jika seseorang tidak melakukan qadha puasa Ramadhan hingga puasa Ramadhan berikutnya tiba, maka dia tidak berdosa dan dia tidak wajib memberikan fidyah.
Ia boleh melakukan qadha puasa kapan saja, tanpa batas akhir waktu tertentu.
Ini sebagaimana disebutkan dalam kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah.
Ulama Hanafiyah berkata; Boleh mengakhirkan qadha puasa Ramadhan secara mutlak dan tidak berdosa, meskipun puasa Ramadhan berikutnya sudah tiba.
Lupa Jumlah Utang Puasa
Satu hal yang kerap menjadi masalah yakni ketika seseorang lupa berapa jumlah utang puasa ramadhan tahun lalu.
Lantas, jika terjadi demikian bagaimana cara menyikapinya?
Dr Aris Widodo, akademisi muslim dari UIN Raden Mas Said Surakarta menerangkan bahwa hendaknya setiap hutang itu harus dicatat.
Hal ini sebagai langkah antisipasi jika kedepannya seseorang tersebut lupa akan hutangnya, maka bisa melihat catatan tersebut.
Hal ini sesuai dalam surat al-baqarah ayat 282 yang berbunyi "Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu melakukan utang piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya".
Namun, jika kita tidak mencatat hutang tersebut dan lupa berapa jumlahnya, maka bisa mengambil jumlah yang lebih banyak.
Dalam hal ini bisa merujuk pada Hadist Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, "Apabila diantara kalian lupa atau ragu tentang sholatnya, maka hendaklah dia membuang keraguan itu dan mengambil yang yakin".
Dalam hal kaitanya dengan puasa, maka bisa mengambil beban yang lebih banyak, misal ragu hutang puasanya tujuh atau delapan hari, maka dianjurkan untuk mengambil yang delapan hari.
"Karena kita akan merasa akan yakin dengan itu, kita menutup yang tujuh sekaligus yakin dengan yang delapan," tutur Aris, dalam program Tanya Ustaz Tribunnews.com.
Hal ini juga sesusai dengan kutipan hadist, "Da'maa yuribuuka ila maa laa yuribuka" yang artinya Tinggalkan hal-hal yang meragukanmu.
(Tribunnews.com/Tio)