Perbedaan Imkanur-Rukyat dan Wujudul Hilal, Dua Metode Penentuan Awal Bulan Hijriyah
Perbedaan Imkanur-Rukyat dan Wujudul Hilal, dua metode penentuan awal bulan Hijriyah. Dalam hal penentuan awal Ramadan 2022 akan diumumkan Kemenag.
Penulis: Yunita Rahmayanti
Editor: Daryono
TRIBUNNEWS.COM - Penetapan 1 Ramadan dan 1 Syawal di setiap tahun di Indonesia masih ada perbedaan.
Ada yang merujuk pada pendapat Wujudul Hilal atas dasar Hisab (bulan sudah berada di atas ufuq) dan ada juga yang merujuk pada pendapat Rukyatul hilal (bulan berada di atas ufuq dengan ketentuan Imkanur-Rukyat).
Dari kedua metode dasar dalam menetapkan awal Ramadhan dan awal bulan Syawal, ketika terjadi hasil Ijtihad yang jatuh pada hari yang sama, maka tidak menimbulkan permasalahan di kalangan masyarakat.
Namun, jika dua metode tersebut menghasilkan ijtihad yang jatuh pada hari yang berbeda, maka dapat menimbulkan kebingungan kalangan masyarakat khususnya masyarakat awam.
Sehingga, penetapan 1 Ramadan harus menunggu Keputusan Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama (Kemenag) RI, menurut penjelasan Mahkamah Agung RI di Aceh.
Baca juga: Kapan Puasa Ramadan 2022? Kemenag akan Siarkan Pemaparan Posisi Hilal secara Online
Metode Penentuan Awal Bulan dalam Kalender Hijriyah
1. Rukyatul Hilal
Rukyatul Hilal adalah kriteria penentu awal bulan kalender hijriyah dengan cara merukyah (mengamati) hilal secara langsung.
Jika hilal (bulan sabit) tidak terlihat atau gagal terlihat, maka bulan (kalender) berjalan digenapkan (istikmal) menjadi 30 hari.
Kriteria ini berpegangan pada hadits Nabi Muhammad :
“Berpuasalah kamu karena melihat hilal dan berbukalah kamu karena melihat hilal, jika terhalang maka genapkanlah (istikmal)”.
Kriteria ini di Indonesia digunakan oleh Nahdatul Ulama (NU), dengan dalih mencontoh sunnah Rasul dan para sahabatnya dan mengikuti ijtihad para ulama empat mazhab.
Namun, hisab tetap digunakan, meskipun hanya sebagai alat bantu dan bukan sebagai penentu masuknya awal bulan hijriyah.
2. Wujudul Hilal
Wujudul Hilal adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender) Hijriyah dengan menggunakan dua prinsip, yaitu Ijtimak (konjungsi) telah terjadi sebelum matahari terbenam (ijtima’ qablal qhurub), dan bulan terbenam setelah matahari terbenam (moonset after sunset).
Sehingga, pada petang hari tersebut dinyatakan sebagai awal bulan (kalender) Hijriyah, tanpa melihat berapapun sudut ketinggian (altitude) bulan saat matahari terbenam.
Kriteria ini di Indonesia digunakan oleh Muhammadiyah dan Persis dalam penentuan awal Ramadan, ‘Idul Fitri dan ‘Idul Adha untuk setiap tahunnya.
Namun, mulai tahun 2000 PERSIS sudah tidak menggunakan kriteria Wujudul Hilal lagi, tetapi menggunakan methode Imkanur-rukyah.
Hisab Wujudul Hilal bukan untuk menentukan atau memperkirakan hilal mungkin dilihat atau tidak.
Meski demikian, metode hisab wujudul hilal dapat dijadikan penetapan awal bulan Hijriyah dan bulan baru.
Dasar yang digunakan adalah perintah Al Qur’an pada Q.S.Yunus: 5. QS.Al Isra’: 12, QS.Al An’am: 96, dan QS. Ar Rahman: 5 serta penafsiran Astronomis atas QS. Yasin: 36 – 40.
Baca juga: Panduan Penyelenggaraan Ibadah Ramadan dan Idul Fitri 1443 H dari Kemenag, Simak Ketentuannya
3. Imkanur – Rukyat
Imkanur rukyat adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender) Hijriyah yang ditetapkan berdasarkan Musyawarah Menteri-menteri Agama Brunei Darusssalam, Indonesia, Malaysia dan Singapura (MABIMS).
Imkanur-Rukyat dipakai secara resmi untuk penentuan awal bulan hijriyah pada Kalender Resmi Pemerintah dengan prinsip sebagai berikut:
Awal bulan (kalender) hijriyah terjadi jika:
1. Pada saat matahari terbenam, ketinggian (altitude) bulan di atas cakrawala minimum 2 derajat, dan sudut elongasi (jarak lengkung) Bulan- Matahari minimum 3 derajat, atau
2. Pada saat bulan terbenam, usia bulan minimum 8 Jam, dihitung sejak ijtima’.
Arti Imkanur Rukyat
Secara bahasa Imkanur-rukyat adalah mempertimbangkan kemungkinan terlihatnya hilal.
Secara praktis, Imkanur-rukyat dimaksudkan untuk menjembatani methoode rukyat dan methode hisab. Terdapat 3 kemungkinan kondisi :
a. Ketinggian hilal kurang dari 0 derajat
Dipastikan hilal tidak dapat dilihat sehingga malam itu belum masuk bulan baru.
Metode rukyat dan hisab sepakat dalam kondisi ini.
b. Ketinggian hilal lebih dari 2 derajat
Kemungkinan besar hilal dapat dilihat pada ketinggian ini.
Pelaksanaan rukyat kemungkinan besar akan mengkonfirmasi terlihatnya hilal, sehingga awal bulan baru telah masuk malam itu.
Metode Rukyat dan Hisab dalam kondisi ini sepakat.
c. Ketinggian hilal antara 0 sampai 2 derajat
Kemungkinan besar hilal tidak dapat dilihat secara Rukyat.
Namun secara metode hisab hilal sudah di atas cakrawala/ufuq.
Jika ternyata hilal berhasil dilihat ketika rukyat, maka awal bulan telah masuk malam itu.
Metode rukyat dan hisab sepakat dalam kondisi ini.
Namun, jika rukyat tidak berhasil melihat hilal maka metode rukyat menggenapkan bulan menjadi 30 hari sehingga malam itu belum masuk awal bulan baru.
Dalam kondisi ini Rukyat dan Hisab mengambil kesimpulan yang berbeda.
Meski demikian ada juga yang berfikir bahwa pada ketinggian kurang dari 2 derajat hilal tidak mungkin dapat dilihat.
Sehingga dipastikan ada perbedaan penetapan awal bulan pada kondisi ini.
Hal ini pernah terjadi pada penetapan 1 Syawal 1432 H/2011 M.
Baca juga: Ibu Menyusui Boleh Berpuasa, Tapi Ada Beberapa Hal yang Perlu Diperhatikan
4. Rukyat Global
Rukyat Global adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender) hijriyah yang menganut prinsip sebagai berikut:
Jika satu penduduk negeri melihat hilal, maka penduduk seluruh negeri berpuasa (dalam arti luas telah memasuki bulan Hijriyah yang baru) meski yang lain mungkin belum melihatnya.
Sebagai akibat dari perbedaan metode penentuan kriteria inilah yang seringkali menyebabkan perbedaan penentuan awal bulan.
Perbedaan ini mengakibatkan adanya perbedaan hari melaksanakan ibadah seperti puasa Ramadhan dan atau Hari Raya Idul Fitri.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Artikel lain terkait Ramadan 2022