Merawat Kemabruran Puasa, Dari Inabah ke Istijabah
Syekh Ibn ‘Athaillah membedakan dua jenis taubat, yaitu taubat inabah dan taubat istijabah.
Editor: Anita K Wardhani

Oleh Menteri Agama Prof. Dr. KH Nasaruddin Umar, MA
TRIBUNNEWS.COM - Berbicara taubat seperti dalam artikel Tribun Ramadan berjudul Meningkatkan Kualitas Pertobatan, Dari al-Taib Menuju al-Tawwab, taubat paling standar ialah orang yang sadar dari lumpur maksiat kemudian meninggalkan seluruh kebiasaan-kebiasan buruk lamanya.
Ia berjanji dan bertekat untuk sungguh-sungguh meninggalkan seluruh kebiasaan lamanya yang buruk.
Baca juga: Antara Istigfar dan Taubat
Orang yang tidak sekedar meninggalkan dosa dan maksiat tetapi sudah mengganti kelakuannya dengan amal-amal kebajikan.
Orang yang tidak saja memperbanyak amalan ibadah dan sosial tetapi sudah masuk ke wilayah hakekat, sebagaimana layaknya kehidupan para arifin lainnya.
Orang yang sedetik melupakan Tuhannya sama dengan melakukan dosa besar. Ini yang paling tinggi dan paling sulit dicapai seorang hamba.
Baca juga: Marah Dinasihati Agar Tobat, Preman di Jalinsum Pamer Nyali Sesumbar Tikam Polisi, Begini Endingnya
Syekh Ibn ‘Athaillah membedakan dua jenis taubat, yaitu taubat inabah dan taubat istijabah.
Taubat inabah ialah sikap taubat seseorang hamba yang didorong oleh rasa takut terhadap dosa dan maksiyat yang telah dilakukannya, sehingga terbayang di benaknya kerugian besar di dunia dan siksa dan malapetaka Tuhan yang amat pedih di neraka.
Dalam suasan takut seperti itu ia menyerahkan diri, bertaubat, dan memohon pengampunan kepada Allah SWT.
Ia selalu membayangkan api neraka yang akan menyiksa dirinya seandainya Allah tidak
memaafkannya.
Siang dan malam selalu melakukan ketaatan kepada Allah dengan harapan amal kebajikan bisa mengikis habis segala dosa-dosanya, sebagaimana firman Allah: Inna al-hasanat yudzhibna al-sayyi’at (sesungguhnya amal kebajikan menghapuskan segala dosa).
Sedangkan taubat istijabah merupakan bentuk taubat seorang hamba yang malu terhadap kemuliaan Tuhannya. Taubat dalam tahap ini tidak lagi membayangkan Allah SWT sebagai Maha Pembalas terhadap segala dosa dan maksiyat sebagaimana dalam tahap taubat inabah.
Taubat istijabah ketika seseorang lebih merasa tersiksa rasa malu terhadap Tuhannya ketimbang
panasnya api neraka-Nya.
Yang membuat seseorang tersiksa ialah betapa pedihnya jika terbebani rasa malu yang amat dalam terhadap Allah SWT. Mestinya ia bersyukur dan mengabdi kepada Allah SWT dengan berbagai kenikmatan yang diperoleh dari-Nya tetapi malah melakukan dosa dan maksiat.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.