Naik Sembiring Terpaksa Jaga Desa
Naik Sembiring (37), Kepala Desa Bekrah, mengatakan, saat suara gemuruh terdengar dari Gunung Sinabung, warga di desanya sudah diungsikan
Editor: Harismanto
TRIBUNNEWS.COM, MEDAN - Sekitar pukul 03.00 WIB, Minggu (29/8/2010), aku tiba di persimpangan Desa Sukanalu. Saat itu seorang petugas Hansip melarang saya masuk ke Desa Bekrah, sebab desa itu, tempat terdekat dari Gunung Sinabung.
Menurut Hansip tersebut, saat itu seluruh perkampungan sudah kosong, sehingga siapa pun dilarang masuk karena khawatir barang-barang milik warga hilang. "Sudahlah, Bang jangan masuk, nanti malah jadi masalah," kata Hansip tersebut.
Untungnya, atas bantuan dua orang anggota TNI, aku akhirnya diperbolehkan untuk melihat desa tersebut. Begitu memasuki Desa Bekrah, suasananya begitu sunyi, semua rumah warga terkunci rapat, hanya lampu pijar di teras rumah yang menyala.
Jalanan dan atap-atap rumah warga terlihat dipenuhi debu vulkanis tebal, sehingga saat melintas debu tersebut beterbangan. Suhu yang begitu dingin terasa begitu gerah karena balutan debu tersebut.
Di tengah desa tersebut, seorang lai-laki berjaket kemudian menghentikan kendaraanku. Sambil memegang golok pria itu menanyakan identitas dan tujuanku ke desa tersebut. Karena saat itu aku ditemani dua personel Koramil setempat, komunikasi pun lancar. Setelah dijelaskan, pria itu kemudian menyimpan goloknya.
Lelaki itu Naik Sembiring (37), Kepala Desa Bekrah. Dia mengatakan, sejak pukul 21.00 WIB saat suara gemuruh terdengar dari Gunung Sinabung, warga di desanya sudah diungsikan, tak terkecuali istri dan dua anaknya. "Saya takutnya ada orang datang alasannya meliput, rupanya maling," katanya.
Naik yang merupakan pendeta GPDI itu juga mengatakan, dia sebenarnya sangat ketakutan. Namun sebagai Kepala Desa, dia bertanggungjawab atas harta-harta yang ditinggal warganya.
"Makanya saya bawa golok, saya nggak berani duduk melihat Sinabung, karena melihatnya membuat saya takut," katanya.
Setelah bertcerita panjang lebar, Naik kemudian membawaku ke sebuah penambangan batu cadas. Dari tempat itu menurutnya pemandangan ke Gunung Sinabung sangat jelas. Setibanya di lokasi penambangan tersebut, aku hanya dapat menyaksikan lava pijar yang masih meleleh dari atas kawah. Hingga pukul 5.00 WIB, lava pijar masih terus keluar dari mulut gunung dan membakar hutan yang ada di lereng-lerengnya.
Naik menjelaskan, secara keseluruhan desa di sekeliling Sinabung cukup banyak, namun yang paling dekat dengan gunung itu hanya Desa Sukanalu, Kate Gugung, Singgarang-garang, Simacem, Bekrah, Sukameriah, Gurkinayan, Perbaji, Mardingding di tiga kecamatan yakni Kecamatan Payung, Kecamatan Tiga Ndreget, dan Kecamatan Namantran. "Sementara desa lain hanya kena abu vulkanis saja," katanya.
Namun lanjut dia, dari seluruh desa tersebut, yang lokasinya paling berbahaya adalah Desa Mardingding dan Desa Bekrah. Karena aliran lava biasanya mengarah ke desa tersebut, sebab letaknya persis berhadapan dengan Gunung Sinabung.
Menurutnya, alasan itu disebabkan selama ini batu dari kawah Sinabung sering kali jatuh ke desanya. "Tambang ini buktinya, semua batu-batu ini jatuh dari atas," katanya menambahkan.
Setelah melihat kondisi Gunung Sinabung dari dekat, aku kembali ke Brastagi. Menjelang siang, sejumlah warga pengungsi memilih pulang ke rumah mereka, sebab khawatir dengan harta bendanya. (*)