Mas Dar Relawan Pijat yang Laris Manis
Otot-otot tangan Mas Dar (58), warga Banyuwangi, Jawa Timur, itu menegang, sejak tadi pagi ia sama sekali belum berhenti melayani
Penulis: Willem Jonata
Editor: Tjatur Wisanggeni
TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA -- Otot-otot tangan Mas Dar (58), warga Banyuwangi, Jawa Timur, itu menegang dan mengendur. Sesekali memegang leher dan kepala pasiennya. Tampak, antrian panjang untuk menunggu giliran demi merasakan pijatan Mas Dar ini.
Sejak pagi, dirinya sama sekali belum berhenti melayani para pengungsi yang mengeluhkan, stres, masuk angin, dan pegal-pegal. Dia adalah tukang pijat yang menjadi relawan sejak lima hari lalu. Dia rela mengerahkan tenaganya demi membantu pengungsi untuk merasakan nikmatnya relaksasi.
Mas Dar mengaku bahwa setiap hari dirinya bisa melayani sampai 35 orang pengungsi. Masing-masing pengungsi memiliki keluhan berbeda. Ada yang masuk angin, pegal-pegal, leher kaku, nyeri punggung, dan kepala pusing.
Keluhan para pengungsi itu, menurutnya wajar adanya. Pasalnya, mereka tidur hanya beralaskan tikar atau terpal saja. Apalagi, mereka tidur di ruangan agak terbuka.
"Setiap hari, rata-rata saya memijat sampai 35 orang pengungsi," kata Mas Dar, Selasa, (16/11/2010), saat sedang memijat seorang pengungsi, di Posko Pengungsian Stadion Maguwoharjo, Sleman, Yogyakarta.
Ia memijat menggunakan minyak oles yang beraroma segar. Minyak itu dikemas dalam botol kecil warna putih. Untuk memijat 35 orang biasanya ia menghabiskan 10 botol lebih. Harga satu botolnya Rp 20 ribu.
"Satu botolnya habis untuk memijat tiga orang," jelas Mas Dar yang mengaku biaya operasionalnya juga berasal dari kantongnya sendiri.
Mas Dar datang jauh-jauh dari Banyuwangi memang sengaja ingin mengambil bagian untuk membantu para pengungsi letusan Merapi. Lagipula, di kampungnya, ia lebih banyak menganggur daripada bekerja. Kemudian, ia berfikir bahwa keahliannya memijat itu lebih dibutuhkan di tempat pengungsian.
Ternyata, feelingnya benar, selama di pengungsian, Mas Dar kebanjiran pasien. Saking banyaknya, ia nyaris kelimpungan. Para pengungsi antre untuk mendapatkan servisnya.
"Di kampung, saya banyak nganggurnya. Lebih baik di pengungsian ini, saya bisa membantu orang. Bisa bagi-bagi sama orang lain dan syukur-syukur bisa menyenangkan, mas," ujarnya Mas Dar bangga. (*)