Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kisah Lebaran Penjaga Palang KA di Timoho Yogyakarta

Matanya yang tampak berair menatap tajam ke arah perlintasan sambil mencoba menggosokan kedua telapak tangannya

Editor: Yudie Thirzano
zoom-in Kisah Lebaran Penjaga Palang KA di Timoho Yogyakarta
Tribun Jogja/Mona Kriesdinar
Suyanto Penjaga Palang Pintu Perlintasan Kereta Api Tetap Tugas Saat Lebaran 

Laporan Wartawan Tribun Jogja, Mona Kriesdinar

TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA - Suara nyaring sirene memecah kesunyian pada Jumat (17/8/2012) sekitar pukul satu dini hari. Sejurus kemudian diikuti dengan gerakan palang pintu perlintasan yang menutup perlahan sehingga memaksa pengendara kendaraan berhenti sejenak tepat di belakang palang berkelir merah dan putih. Tak lama berselang, melintaslah rangkaian gerbong kereta api eksekutif gajayana yang membawa penumpang dari stasiun Malang menuju Jakarta Kota dengan menempuh perjalanan sejauh 907 km.

Kereta itu melaju cukup kencang, sehingga meninggalkan tiupan angin yang menambah dinginnya malam. Sementara tak jauh dari perlintasan kereta, di sebuah ruangan persegi yang tak begitu luas, Suyanto duduk di depan peralatan mekanis penutup palang pintu, ada pula pesawat telepon, alat sinyal serta alat tulis yang berada di sekitarnya. Matanya yang tampak berair menatap tajam ke arah perlintasan sambil mencoba menggosokan kedua telapak tangannya. "Sekarang memang dingin banget, harus pakai jaket," ujarnya singkat.

Suyanto, merupakan petugas penjaga palang pintu perlintasan kereta api yang berada di gardu 349 yang melewati Jalan Timoho, Yogyakarta. Setidaknya dalam sepekan ia harus bertugas sebanyak dua kali jaga mulai pukul 10 malam hingga pukul enam pagi. Sedangkan empat jadwal tugas lainnya, dibagi rata untuk jadwal shift pagi dan siang yang lamanya delapan jam untuk masing - masing shift. Rutinitas itu, ia laksanakan selama hampir dua tahun bekerja. Sedangkan, di gardu tersebut, menurutnya baru empat bulan bertugas. Lantaran sebelumnya, ia sempat bertugas di stasiun Maguwoharjo.

"Di sini jauh lebih ramai, jadi harus benar - benar waspada dan konsentrasi," ucap pria kelahiran tahun 1986 ini.

Oleh karena itu, kantuk dan suntuk yang kerap kali datang, harus ia lawan sebisa mungkin. Sehingga tetap bisa konsentrasi menjalankan tanggung jawabnya. Adapun, dirinya terbiasa membunuh kantuk dengan mencoba berjalan ke sana ke mari di sekitar tempat duduknya. Cara sederhana ini, sedikit bisa mengalihkan rasa kantuknya. "Ya kayak gini," ucapnya saat berjalan mondar - mandir di depan gardu jaga.

Tak lama setelah itu, bunyi lonceng satu kali mengalihkan kembali perhatiannya menuju meja tugas. Ia menjelaskan, bunyi lonceng satu kali menandai kedatangan kereta dari arah timur, sedangkan bunyi lonceng dua kali menandakan kereta meluncur dari arah barat.

BERITA TERKAIT

Bunyi dering telepon paralel yang ada di dekatnya, menjadi permulaan tugasnya mengamankan laju kereta api. Setelah memastikan kedatangan rangkaian gerbong kereta, ia lalu memutar panel di meja kendali menandai bunyi sirene pertama. Lantas diputar sekali lagi ke kanan untuk menutup palang pintu perlintasan. Tugasnya belum selesai. Ia kemudian memastikan seluruh pengguna jalan berada di belakang garis. Lantas ia tekan saklar yang terhubung ke sebuah lampu di depan gardu yang menyala berkedip - kedip sebagai sandi untuk masinis bahwa jalur sudah aman dilewati. "Awal - awal saya selalu khawatir, deg-deg an, takut ada kesalahan, tapi sekarang sudah terbiasa meski tanggung jawab saya tetap besar," jelasnya seraya mengembalikan panel ke posisi semula setelah kereta lewat.

Setelah mengisi laporan pencatatan kereta yang melintas, ia pun memiliki waktu sedikit luang untuk menyegarkan badannya. Ia pun berkisah bahwa setiap hari, dirinya harus menempuh perjalanan dari Pengasih, Wates, tempat tinggalnya. Biasanya, ia sudah mempersiapkan waktu perjalanan selama 1,5 jam. Suyanto memang sengaja tak mencari tempat tinggal sementara yang jaraknya lebih dekat dengan tempat ia bertugas. Alasannya supaya bisa menekan pengeluaran bulanan.

Kondisi itu kerap memaksa dirinya melaksanakan santap sahur jauh dari keluarga. Biasanya, untuk meminimalkan pengeluaran, ia cukup merebus mi instan saja dari air panas sebuah disepenser yang ada di gardu jaga. Meski begitu, ia mengaku bahwa selama ini tak pernah terkendala dalam berpuasa. Wajar saja, setiap kali seusai melaksanakan jaga malam, siangnya ia pasti tidur pulas sehingga bisa menghemat banyak tenaga sembari menunggu waktunya berbuka.

Tak hanya itu saja, yang paling berat, lebaran tahun ini dirinya harus rela melewatkan momen spesial melaksanakan salat ied bersama keluarga dan bersilaturahmi bersama. Lantaran tepat di hari spesial itu, dirinya kebagian jatah bertugas di shift pagi. "Siangnya nyusul silaturahmi," ucap bapak satu anak ini.

Beruntung selama ini, keluarganya mengerti dengan pekerjaan yang digeluti Suyanto. Ia pun tak menjadikannya beban lantaran sudah sejak awal ia siap dengan segala konsekuensinya. Meski begitu, dirinya tak mampu menyembunyikan keinginannya supaya bisa berlebaran bersama orang - orang tersayang pada tahun depan. "Jalani saja dengan ikhlas," pungkasnya.

Sumber: Tribun Jogja
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Populer

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas