Di Jambi, Masih ada Pungutan Siswa Sekolah
Program pendidikan gratis yang dicanangkan pemerintah untuk sekolah negeri belum sepenuhnya berhasil
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAMBI - Program pendidikan gratis yang dicanangkan pemerintah untuk sekolah negeri belum sepenuhnya berhasil. Buktinya masih banyak terjadi pungutan-pungutan dengan dalih iuran atau sumbangan, untuk menunjang proses belajar mengajar.
Di Kota Jambi, masih banyak ditemukan pungutan-pungutan yang mengatasnamakan untuk kepentingan siswa itu sendiri. Contoh yang terjadi di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 5 Kota Jambi.
Sekolah yang terletak di Jalan Profesor Dr M Yamin, Kelurahan Payo Lebar ini, memungut sumbangan dari para muridnya sebesar Rp 110 ribu per bulan setiap tanggal 10. Pungutan yang berdalih iuran bersama itu untuk siswa kelas IX yang sebentar lagi mengikuti ujian nasional.
Uang mengikuti les, tiap siswa harus membayar mulai September 2012 hingga Maret 2013. Menurut data yang didapat Tribun, tiap siswa yang membayar iuran itu dicatat di kartu pembayaran Sanggar Belajar.
Iuran bulanan inilah yang dikeluhkan wali murid atau orangtua murid. Seperti yang dijelaskan Bunga, wali murid dari Melati, siswi kelas IX. Ia mengeluh karena pembayaran itu sangat memberatkan dirinya selaku wali murid.
Bunga menceritakan, mulanya sebelum siswa harus membayar iuran bulanan, para orang tua murid atau wali murid dikumpulkan pihak komite untuk rapat. Dalam rapat itu tercetus ide untuk mengumpulkan iuran, karena anak-anak mereka akan menghadapi ujian nasional.
Dalam rapat itu, dijelaskan Bunga, sempat terjadi perdebatan. Ada yang menolak, dan ada juga yang dengan berat hati menyetujuinya. Bahkan, jika ada yang tidak setuju ditakut-takuti anaknya tidak akan mendapat nomor ujian, dan nilai ujiannya jelek.
"Kita awalnya keberatan dengan sumbangan tersebut. Tapi, saat rapat itu kita diberitahu kalau ada yang keberatan harus disebut siapa orangtuanya, dan nama anaknya. Nah kita kan jadi takut. Takut anak kita tidak lulus ujian," kata Bunga, kepada Tribun, Senin (1/4/2013).
Memang, kata Bunga, sampai Maret ini dia membayar iuran seperti yang sudah disepakati tersebut. "Mau tidak maulah kami harus bayar. Kita kan tidak mau, gara-gara hal ini anak kita gagal ujian. Walau dengan susah payah mencari uang, terpaksa kita harus bayar walau kadang tidak tepat waktu tanggal yang ditetapkan," ujarnya.
Ia menjelaskan, di SMP 5, untuk siswa kelas IX saja ada 9 lokal. Bila satu lokalnya berisi 40 siswa, sudah berapa yang iuran yang berhasil dikumpul. "Kalau tidak salah ada sekitar 9 lokal yang kelas IX itu," kata dia.
Menurut kalkulasi, bila 40 siswa dikali 9 lokal, semuanya berjumlah 360 siswa. Dari sekitar 360 siswa itu dikalikan Rp 110 ribu, dalam sebulan uang yang berhasil terkumpul sebanyak Rp 39.600.600. Selama 6 bulan, terkumpul uang sejumlah Rp 237.600.000.
Namun adanya pungutan tersebut dibantah Kepala SMP Negeri 5 Yusuf. Dihubungi melalui telepon selulernya, ia mengaku memang ada pungutan itu. Namun, Yusuf menjelaskan itu berdasarkan hasil rapat orang tua. "Itu sanggar belajar seperti jam tambahan di sekolah. Tapi tidak diwajibkan," katanya, Selasa (2/4/2013).
Meski tidak diwajibkan, diakuinya hampir semua siswa mengikuti program yang ia sebut les itu. Program itu sendiri, katanya, merupakan usul dari para orangtua siswa untuk menghadapi ujian nasional.
"Kita programkan sejak awal tapi atas usul orangtua. Rapatnya sebelum Oktober itu. Tapi tidak diwajibkan, yang mau ikut les silakan. Yang tidak mampu tidak usah bayar," katanya.
Ia berkilah, umumnya yang tidak mampu membayar, sudah memberi tahu pihak sekolah sejak awal.
Yusuf membantah jika ada guru atau pihak sekolah yang memaksa siswa untuk mengikuti, atau membayar uang les yang dilaksanakan setiap Selasa, Rabu, Kamis dan Sabtu itu. Termasuk ketakutan orang tua terhadap nilai anaknya yang terancam buruk jika tidak mengikuti les itu.
"Tidak ada, tidak ada hubungannya itu dengan nilai. Jika memang ada oknum yang memaksa akan saya tindak," janjinya. (Tribun Jambi/min/rep)