Mengintip Rumah Detensi Imigrasi Denpasar
Hujan yang mengguyur Kota Denpasar masih menyisakan rintik-rintik dan membuat genangan serta becek
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Hujan yang mengguyur Kota Denpasar masih menyisakan rintik-rintik dan membuat genangan serta becek di pelataran Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim), Denpasar , Bali.
Ditambah lagi beberapa atap rumah detensi yang bocor sehingga makin membuat becek rumah penampungan bagi ratusan warga negara asing (WNA) yang melanggar Undang-undang Imigrasi.
Meskipun rintik-rintik hujan masih terasa, tak menyurutkan ratusan WNA berkerumun mencari tahu orang-orang baru yang datang menyambangi rumah detensi.
Karena bagi mereka, siapapun orang baru yang berkunjung ke sana dinilai berpengaruh untuk bisa mengeluarkan mereka segera mendapatkan suaka ke negara tujuan.
Saat Tribunnews.com berkunjung ke Rumah Detensi Imigrasi Denpasar, pengertian rumah yang selama ini dianggap nyaman sepertinya tidak tercermin di rumah detensi tersebut. Pasalnya rumah yang dijadikannya tempat berlindung yang nyaman tak seperti rumah pada umumnya.
Dalam sebuah kamar, bisa dihuni satu keluarga WNA dengan anak-anaknya. Sementara kamar-kamar lainnya dihuni belasan WNA yang berjenis kelamin sama.
Dari segi bangunan memang rumah detensi terlihat kokoh karena terbuat dari tembok batu bata, namun para WNA disana tidak bisa hidup leluasa. Karena pintu kamar terbuat dari besi berteralis begitu juga jendelanya. Di ruangan itu, tak ada satu pun perabot. Hanya ada ruangan kosong dan satu kamar mandi.
Sekilas tampak perbedaan mencolok dari masing-masing kamar. Jika kamar itu dihuni satu keluarga, biasanya kamar tersebut tertata rapi dan bersih. Berbeda dengan kamar yang dihuni oleh WNA pria, terlihat tidak tertata, berantakan dan tali jemuran pakaian mereka malang melintang di dalam kamar.
Menurut Kepala Rumah Detensi Imigrasi Denpasar, Amir Fatah, saat ini kondisi Rumah Detensi Imigrasi Denpasar memang kurang nyaman karena kondisinya sudah over kapasitas.
Menurut Amir, sewajarnya Rumah Detensi Imigrasi Denpasar dihuni oleh 80 imigran dari berbagai negara seperti
Afganistan, Srilanka, Pakistan, Myanmar, Iran, Tunisia, dan Nepal. Namun saat ini dihuni 112 imigran gelap. Sehingga over kapasitas sebanyak 42 orang.
"Manusiawinya, normalnya Rumah Detensi Imigrasi Denpasar diisi 80 orang. Harusnya satu kamar diisi 5 sampai 6 orang. Tapi saat ini diisi 8, 10 bahkan sampai 11 orang," kata Amir di sela Penyelenggaraan Publikasi Wilayah Bali Direktorat Jendral Imigrasi.
Lalu saat ditanya apakah banyak kendala yang muncul atau hal-hal yang menganggu kenyamanan dan ketertiban di Rumah Detensi Imigrasi Denpasar, hal itu tidak ditampik oleh Amir. Namun beruntung segalanya bisa diatasi.
"Sejauh ini meski over kapasitas, berbagai kendala bisa kami hadapi. Sejauh ini masih aman-aman saja," terang Amir.
Meski hidup harus saling berdesakan di rumah detensi. Namun hak anak-anak untuk mendapatkan pendidikan dan hak WNA untuk mendapatkan pemeriksaan kesehatan tetap terpenuhi.
Di dalam rumah detensi, tidak hanya diisi kamar-kamar saja. Tapi juga beberapa kelas seperti kelas melukis, belajar dan komputer bagi anak-anak. Sementara untuk orang dewasa, disediakan hiburan televisi, lapangan bola dan lainnya.
"Untuk anak-anak ada kelasnya jadi tetap dapat pendidikan. Kesehatan juga ada jam periksanya, ada dokternya juga. Makan mereka sehari tiga kali, ada pembinaan rohani, yoga, dan lainnya," ungkap Amir.