Seperempat Abad Rancage Tanpa Bantuan Pemerintah
DUA puluh lima tahun sudah penghargaan untuk bahasa dan sastra daerah diberikan oleh Yayasan Kebudayaan Rancage
Editor: Hendra Gunawan
Laporan wartawan Tribun Jabar, Dedy Herdiana
TRIBUNNEWS.COM -- DUA puluh lima tahun sudah penghargaan untuk bahasa dan sastra daerah diberikan oleh Yayasan Kebudayaan Rancage melalui penghargaan yang disebut Hadiah Sastera Rancage. Penghargaan yang dirintis Ajip Rosidi sejak 1989 itu mampu berlangsung setiap tahun, meski tak sedikit pun mendapat lirikan dari pemerintah. Bahkan yayasan ini mampu menambah jenis penghargaannya sejak 1993 dengan memberikan Hadiah Samsudi untuk penulis buku bacaan kanak-kanak berbahasa Sunda.
Bahkan mulai 1994, yayasan ini pun menambah memberikan hadiah penghargaan kepada penulis sastra dan sosok yang dianggap berjasa dalam mengembangkan bahasa Jawa. Lalu tahun 1998 menambahkan lagi dengan memberikan penghargaan kepada penulis sastra dan sosok berjasa dalam mengembangkan bahasa Bali. Malah tahun 2008 dan 2010 sempat menambahkan lagi untuk penulis sastra bahasa Lampung.
Kini bertepatan dengan penghargaan yang ke-25 kalinya, Yayasan Kebudayaan Rancage memberikan Hadiah Rancage 2013 kepada tiga penulis sastra daerah Sunda, Jawa dan Bali, tiga sosok yang dinilai berjasa dalam pengembangan bahasa dan kebudayaan ketiga daerah itu, dan seorang penulis buku bacaan kanak-kanak bahasa Sunda.
Penyerahan hadiah itu diserahkan langsung oleh Ajip Rosidi, Ketua Dewan Pembina Yayasan Kebudayaan Rancage, di Graha Sanusi Hardjadinata, Kampus Unpad, Jalan Dipati Ukur, Selasa (4/6/2013).
Ketujuh penerima penghargaan Rancage 2013 itu adalah Deni A Fajar yang juga Redaktur Tribun Jabar atas karyanya kumpulan sajak Lagu Padungdung, Prof Dr Ganjar Kurnia DEA yang juga Rektor Unpad atas jasa dalam pengembangan bahasa Sunda, Krishna Mihardja atas karyanya kumpulan cerita pendek bahasa Jawa Pratisara, JFX Hoery atas jasa pengembangan bahasa Jawa, I Made Sugianto atas karyanya roman pendek bahasa Bali Sentana, dan I Nyoman Suprapta atas jasa pengembangan bahasa Bali. Sedangkan yang menerima penghargaan Samsudi adalah Elin Sjamsuri atas karyanya Dongeng Aki Guru. Masing-masing penerima penghargaan itu mendapat piagam penghargaan dan uang senilai Rp 5 juta.
Para penulis karya sastra daerah yang mendapat Hadiah Rancage 2013 ini merupakan hasil pertimbangan dari semua karya yang muncul pada tahun 2012. Adapun karya-karya lain yang masuk dalam proses pertimbangan adalah Ma Inung Newak Cahaya (Mamat Sasmita), Kalangkang Urang Jilid I dan II (Artur S Nalan), Kalangkang (Hadi KS), Mey Lan (Yayan Supriatna), Di Taman Larangan (Surachman RM), Kolusi Balati (Ano Karsana), Ngabungbang (Nazarudin Azhar), Angin Galunggung (Soni Farid Maulana), Lalaki na Bulan Kertas (Indra Nugraha Hidayat), Ujay Kodok (Tatang Sumarsono), Lagu Padungdung (Deni A Fajar), SMS Tengah Peuting (Hermawan Aksan), Seuseukeut Bulan (Liman Sanjaya), Ibadah Daun (Deden Abdul Aziz), Talaga Malih Warni (Aam Amalia), Hariring Tilam Kaeling (Dedy Windyagiri), dan Jemplang Bulan Ilang (Dian Hendrayana).
Sementara buku bacaan kanak-kanak yang baru dan dipertimbangkan mendapat Hadiah Samsudi adalah Dongeng Aki Guru 1 dan 2 (Elin Sjamsuri), Lalakon Batara Rama Jilid 1,2 dan 3 (Hidayat Soesanto), dan Jamparing (Chye Retty Inendes).
Erry Riyana Hardjapamekas, salah seorang pendiri dan juga sebagai Ketua Dewan Pengurus Yayasan Kebudayaan Rancage dalam pengantarnya pada pada buku "Seperempat Abad Hadiah Sastera Rancage" mengharapkan perhatian dari pemerintah, baik pusat maupun daerah. Karena menurut Erry, pemerintah memiliki kewajiban memelihara bahasa dan kebudayaan daerah sebagaimana diamanatkan pasal 36 UUD 1945.
Paling tidak, lanjut Erry, pemerintah memberi tanggapan positif terhadap karsa dan karya rakyatnya yang atas usaha sendiri berjuang melestarikan bahasa dan sastera daerah.
Para pengurus Rancage bukan mengharap belas kasih pemerintah agar memasukkan Rancage ke dalam APBN atau APBD agar kegiatan setiap tahun semakin meningkat, karena Rancage lebih mengandalkan prinsip kemandirian dan independensi penuh. Yang diharapkan hanya respons, misalnya menjadikan bahasa daerah sebagai muatan lokal di sekolah, dan memperhatikan kelangsungan hidup karya-karya pemenang Rancage.
Dimintai tanggapannya soal perhatian pemerintah terhadap pengembangan bahasa dan sastera daerah khususnya dalam program pemberian penghargaan Hadiah Sastera Rancage, Ajip Rosidi tanpa basa-basi langsung mengatakan bahwa pemerintah tidak pernah peduli.
"Tidak ada pemerintah yang mau tahu dengan bahasa dan sastra daerah. Pemerintah hanya mau tahu program kebudayaan yang dipandang sebagai proyek," kata Ajip seusai pemberian penghargaan Hadiah Sastera Rancage 2013 di Graha Sanusi Hardjadinata, Kampus Unpad, Jalan Dipati Ukur, kemarin.
Selama 25 tahun ini Hadiah Sastera Rancage hanya mendapatkan bantuan dari donasi orang-orang yang peduli terhadap bahasa dan kebudayaan.
"Jadi Rancage masih bisa bertahan sampai sekarang karena rida Allah SWT dan adanya orang-orang yang sukarela beri bantuan. Mudah-mudahan saja perhatian masyarakat terhadap keberlangsungan perkembangan bahasa dan sastera daerah terus meningkat," ujarnya. (*)