Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Semuanya Biasa-Biasa Saja Pada Malam Udin Dianiaya

Tidak ada yang aneh ataupun istimewa dan semuanya berjalan biasa-biasa saja, pada Selasa 13 Agustus 1996 s

Editor: Budi Prasetyo
zoom-in Semuanya Biasa-Biasa Saja Pada Malam Udin Dianiaya
Almarhum Udin 

- Testimoni Rekan Udin Sebelum Kematiannya

TRIBUNNEWS.COM YOGYAKARTA -  Tidak ada yang aneh ataupun istimewa dan semuanya berjalan biasa-biasa saja, pada Selasa 13 Agustus 1996 sebelum penganiayaan yang berakhir kematian wartawan Bernas Fuad Muhammad Syafrudin atau lebih dikenal sebagai Udin.

Redaktur Bernas Heru Prasetya, atasan Udin saat itu terakhir kalinya berkomunikasi dengan almarhum mengenai berita yang baru saja dikirim. Heru, ingat betul ketika itu sekitar pukul 20.00 WIB menyampaikan kepada wartawannya yang bertugas di Kabupaten Bantul tersebut bahwa berita yang baru saja dikirim tidak dapat dimuat pada keesokan harinya karena sudah terlalu malam.

Dua berita terakhir yang ditulis dan tidak sempat dibaca oleh Udin sampai menutup mata selama-lamanya itu, satu diantaranya adalah mengenai proyek pelebaran jalan yang tidak sesuai dengan rencana awal di Kabupaten Bantul. “Beritamu kuwi ora iso terbit sesuk (beritamu itu tidak bisa terbit besok),” kata Heru mengenang kalimat terakhir yang disampaikannya kepada Udin, saat diwawancarai Tribun Jogja.

 Setelah sempat berkomunikasi, tidak lama kemudian Udin pulang ketempatnya bermukim di daerah Bantul sedangkan dia berkonsentrasi meneruskan pekerjaannya. Kemudian, ia mendengar pria berperawakan tinggi besar tersebut dianiaya oleh orang tak dikenal.

 Selama mengenal Udin, Heru mengenangnya sebagai pribadi yang ramah dan suka bercanda walaupun tidak setiap saat. Selain, sering mengajak sharing dan diskusi mengenai apa yang harus dilakukannya ketika melakukan peliputan, berita yang harus segera ditulis seperti apa dan angel (sudut pandang) pemberitaannya.

 
"Pertama kali bertemu, saya takut karena perawakannya tinggi besar, brewok dan jarang bicara terus terang agak ragu ketika itu tetapi ternyata ramah dan suka bercanda,” tuturnya mengenang saat pertama kali bertemu Udin.

Berita Rekomendasi

Kemudian, setelah Udin meninggal dan dimakamkan Heru baru mendapatkan keterangan dari beberapa wartawan yang juga merupakan rekan di Bernas pada malam itu sebelum pulang dia menemui dua orang tamu di kantor. Kedua tamu tersebut, sambungnya sebelumnya mencari Joko Mulyono wartawan yang juga bertugas liputan di Kabupaten Bantul tetapi karena yang bersangkutan sudah pulang akhirnya Udin yang menemui.

Setelah pertemuan itu, menurut beberapa teman-teman Udin terlihat seperti gelisah memikirkan sesuatu lalu membaca koran dan pulang.

Diakuinya, beberapa bulan sebelum kematian Udin sempat almarhum bercerita kepadanya dipanggil Dandim Kabupaten Bantul untuk dating ke Kodim tetapi dia tidak tahu untuk keperluan apa. Heru lalu menyarankan, untuk mencari tahu terlebih dahulu apa keperluan Dandim memanggilnya ke Kodim, apakah pertemanan biasa atau keperluan lainnya.

“Saya ketahui, belakangan Udin tidak pernah mendatangi Kodim untuk memenuhi undangan tersebut sampai hari kematiannya,” jelasnya.

Sebelum kematiannya, lanjut Heru kantor redaksi Bernas juga pernah didatangi rombongan dari Pemkab Bantul diantaranya Kabag Humas saat itu bersama staf kecamatan, meminta klarifikasi mengenai pemberitaan pemotongan dana Inpres Desa Tertinggal (IDT) di Karang Tengah Imogiri. Mereka, menyatakan bahwa tidak ada pemotongan seperti yang diberitakan oleh Bernas dan ditulis oleh Udin. Tetapi, saat dimintai konfirmasi Udin sanggup memberikan bukti-bukti beserta kuitansi pemotongan dana tersebut dan mempertanggungjawabkan bahwa berita yang ditulisnya bukan karangan.

Rekan Udin yang lainnya Adi Prabowo, mengingat almarhum sering sekali bercerita mengenai apa saja yang dilakukan selama seharian liputan termasuk berita-berita yang disebut-sebut sebagai pemicu penganiayaan tersebut. Dari cerita-cerita tersebut, Udin bukanlah tipe wartawan yang duduk manis di Humas tetapi wartawan yang benar-benar mencari data di lapangan.

“Saya sebagai yuniornya, banyak belajar dari dia bagaimana membuat jaringan dan di lapangan saat mendengar cerita yang disampaikannya hampir setiap hari,” kenang pria yang akrab disapa Aldo.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas