Pengungsi Letusan Rokatenda Tembus 1.000 Jiwa Setelah Didata Ulang
Jumlah pengungsi akibat erupsi Gunung Rokatenda sejak sepekan lalu hingga Senin (19/8/2013), terus bertambah.
Laporan Wartawan Warta Kota, Budi Sam Law Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jumlah pengungsi akibat erupsi Gunung Rokatenda di Pulau Palue, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur, sejak sepekan lalu hingga Senin (19/8/2013), terus bertambah.
Aktivitas erupsi Gunung Rokatenda hingga Senin, dilaporkan terus meningkat. Tim relawan Palang Merah Indonesia (PMI) Kabupaten Sikka akhirnya mendata ulang kembali jumlah pengungsi di bekas Kantor Bupati Sikka, Maumere.
Ini dilakukan agar bantuan yang dikirimkan setiap hari jumlahnya memadai. Sampai Senin sore, total jumlah pengungsi sebanyak 1.049 jiwa dari 384 KK.
Mereka terdiri dari 388 laki-laki dan 661 perempuan. Dari jumlah itu, terdapat 130 bayi dan balita, tujuh ibu hamil, 108 lansia, dan dua penyandang cacat.
Melalui siaran pers yang diterima Warta Kota, Senin malam, Octavianus Adhityo, koordinator Tim PMI di lapangan menjelaskan, data yang yang diterima pihaknya bergerak terus dan berubah. Sehingga, PMI kembali melakukan pendataan kembali warga yang mengungsi.
"Data pasti pengungsi sangat diperlukan, agar bilamana penyaluran bantuan, apapun bentuknya, bisa dapat sesuai kebutuhan dan tidak menimbulkan hal-hal lain, terutama keributan," kata Adhityo.
Menurut Adhit, informasi terakhir kondisi Gunung Rokatenda, Palue, Kabupaten Sikka, NTT, mengalami peningkatan aktivitas.
Beberapa warga yang masih bertahan di Pulau Palue memberikan informasi bahwa bau belerang semakin menyengat, sehingga pemerintah telah menginstruksikan agar warga di zona merah mengungsi. Banyak anak usia sekolah juga memerlukan perhatian terkait pendidikan.
"Anak-anak berharap bisa aktif sekolah kembali, meskipun ditempat darurat seperti di sini," ujar Adhit.
Jeki, siswa kelas 6 SD Litung Palue menuturkan, saat terjadi letusan, ia sedang tidur. Ketika dibangunkan ibunya untuk mengungsi, Jeki mengaku mendengar bunyi letusan gunung berapi, yang kemudian menghancurkan kampung halamannya.
"Saya mau sekolah," ucapnya berkaca-kaca, seperti dikutip dalam siaran pers PMI.
Sudah tujuh hari pengungsi bertahan di lokasi, termasuk bayi dan balita. Kebutuhan untuk bayi masih dirasa kurang.
"Belum ada peralatan bayi seperti pampers, bedak bayi, dan lainnya. Selimut sudah diberi dari PMI," tutur Angel Latia (25), ibu bayi berumur dua bulan. Yohanes Mboy (72), mengaku bosan di pengungsian selama.
"Bosan karena tidak melakukan kegiatan apapun. Saya mau bertani lagi," cetus petani yang mengungsi beserta keluarganya. (*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.