72 Anjungan Lepas Pantai Segera Dibongkar
Sebanyak 72 dari 573 anjungan lepas pantai (Off shore rig) yang masuk dalam kategori tidak digunakan akan dibongkar
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribun Batam, Iman Suryanto
TRIBUNNEWS.COM, BATAM - Sebanyak 72 dari 573 anjungan lepas pantai (Off shore rig) yang masuk dalam kategori tidak
digunakan, dan berada pada jalur pelayaran di Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) 1 hingga 3, direncanakan akan
ditertibkan dan dibongkar.
Mengingat keberadaan Rig yang ditinggalkan oleh Kontraktor Kontrak Kerjasama (K3S) dan sudah tidak beroperasi
tersebut, sudah tidak digunakan dan sangat mengganggu jalur pelyaran serta mengganggu kelangsungan hidup bioata
laut.
Hal tersebut diungkapkan Marsekal TNI (Purn) Djoko Suyanto, Ketua Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla) RI
melalui Kepala Pelaksana Harian (Kalahar) Bakorkamla Laksamana Madya Bambang Suwato kepada awak media disela ramah
tamah dengan tamu undangan di Nongsa Poin Resort, Batam, Kepri, Senin (2/9/2013) malam.
"Dari data kita pada tahun 2007 lalu, setidaknya ada 12 kapal berbagai ukuran yang melaporkan ke kami
(komplain--red) yang mengalami kandas, bocor hingga menabrak Rig. Untuk itu, akan kita bahas dengan lintas
sektoral untuk mengantisipasi hal tersebut," kata Kalahar.
Ia juga mengatakan, eksplorasi dan ekploitasi lepas pantai sudah mulai ada sejak tahu 1971 dimana lapangan minyak
pertama berada di wilayah Cinta, Pantai Utara Jawa atau sekitar perairan Pulau Seribu.
Seiring berjalanannya waktu, Rig sudah mulai bertambah jumlahnya dan sudah tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Mulai dari di Laut Jawa, Perairan Kalimantan Timur, Perairan Timur Laut Sumatera hingga perairan Natuna. Dengan
ukuran usianya berkisar antara 20 hingga 25 tahun.
"Hingga saat ini, belum ada instansi yang fokus untuk melakukan pengawasan dan pengelolaan terhadap anjungan lepas
pantai yang secara ekonomi tidak layak dioperasikan lagi. Oleh karena itu, diusulkan Bakorkamla RI bersama dengan
para stakeholder secara inisiatif akan mengadakan penertiban atas anjungan lepas pantai yang sudah tidak
difungsikan lagi," jelas Bambang lagi.
Tindakan yang dilakukan oleh Bakorkamla ini mengacu pada United Nation Convention On The Law Of The Sea 1982
(UNCLOS).
"Intinya kami hanya ingin membuat perairan di Indonesia itu aman dan nyaman. Sehingga juga akan menunjang sisi
perekonomiannya," jelasnya.
Sebagaimana diketahui, dalam UCLOS pasal 60 ayat 3, mengenai Pulau Buatan, Instalasi dan Bangunan-bangunan di Zona
Ekslusif, dikatakan bahwa 'harus diberikan pemberitahuan mengenai pembangunan pulau buatan, instalasi atau
bangunan dan sarana tetap dan bangunan-bangunan yang tersebut itu harus 'dipelihara'.
Jika instalasi atau bangunan yang ditinggalkan atau tidak terpakai lagi, maka harus dibongkar untuk menjamin
keselamatan pelayaran dengan memperhatikan setiap standar internasional yang secara umum diterima dan ditetapkan
oleh organisasi internasional yang berwenang.
Terkait dengan hal tersebut, pembongkaran harus dilakukan sedemikian rupa dengan memperhatikan penangkapan ikan,
perlindungan lingkungan laut dan hak-hak serta kewajiban negara lain.
Oleh karena itu, pengumuman yang tepat harus diberikan terkait dengan kedalaman, posisi dan dimensi setiap
instlasi atau bangunan yang tidak dibongkar secara keseluruhan.
Sebagai tindak lanjutnya, pemerintah Indonesia memiliki tanggung jawab untuk menjamin keselamatan pelayaran dengan
memperhatikan setiap standar internasional yang diterima secara umum yang ditetapkan dalam hal ini oleh organinasi
internasional yang berwenang.(isu)