Ratusan Siswa SMK Mengamuk
Para siswa sempat terlibat kericuhan dengan penjaga sekolah yang menghalang-halangi mereka untuk berunjuk rasa di halaman sekolah
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG -- Ratusan siswa SMK Wiyata Mandala, Desa Ciptaharja, Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung Barat (KBB), berunjuk rasa di halaman sekolah mereka sendiri, Sabtu (28/9/2013). Mereka memprotes berbagai kebijakan pihak sekolah yang mereka nilai sangat memberatkan.
Para siswa sempat terlibat kericuhan dengan penjaga sekolah yang menghalang-halangi mereka untuk berunjuk rasa di halaman sekolah. Tidak terima beberapa rekannya dikasari, para siswa mengamuk dengan merusak pintu gerbang sekolah mereka.
Unjuk rasa dilakukan para siswa kelas X, XI dan siswa kelas XII karena mereka sudah tak tahan lagi dengan kebijakanyang kerap melakukan pungutan sekolah kepada siswa dalam setiap kegiatan seperti kegiatan praktikum. Padahal, menurut siswa, untuk kegiatan praktikum, mereka sudah membayar sebesar Rp 300 ribu setiap tahunnya.
"Meski sudah bayar praktikum, kami tetap diharuskan bayar lagi. Pungutan ini sangat memberatkan siswa," ujar salah seorang siswa, Arif saat ditemui di kampus SMK Wiyata Mandala.
Untuk sekali praktikum, kata dia, pihak sekolah membebani siswa sebesar Rp 10 ribu. Namun, jika ada siswa yang tidak membayar, siswa tersebut tidak diperkenankan untuk mengikuti kegiatan praktikum. Tak hanya itu, para siswa pun diharuskan memiliki laptop, kabel, solder dan barang lainnya yang sangat memberatkan siswa.
Selain itu, kata dia, para siswa kerap dimintai bayaran oleh pihak sekolah ketika ada siswa yang dinyatakan tidak lulus dan harus mengikuti remedial (ujian perbaikan). Pihak sekolah akan meluluskan siswa yang bersangkutan asal siswa tersebut membayar biaya remedial sebagai kompensasi bagi guru mata pelajarannya.
"Kalau mau lulus cukup bayar Rp 50 ribu. Siswa yang jarang sekolah juga bisa lulus asal harus bayar," tambah siswa jurusan Teknik Komputer Jaringan itu.
Ia pun menyebut, beberapa jurusan seperti jurusan Akuntansi, Elektro serta Administrasi Perkantoran kerap dimintai uang praktikum. Padahal ketiga jurusan tersebut hingga kini belum memiliki ruang praktikum serta fasilitas praktikumnya sendiri.
Menurut dia, aksi unjuk rasa tersebut seolah merupakan puncak akumulasi kekesalan para siswa terhadap kebijakan pihak sekolah yang dinilai sering memberatkan siswanya. Para siswa sangat kecewa karena segala sesuatu selalu dihargai dengan uang.
Siswa lainnya, Kristina mengatakan sebenarnya sudah sejak lama para siswa mengeluhkan adanya pungutan dalam pelaksanaan kegiatan praktikum dan remedial tersebut. Namun awalnya tak ada siswa yang berani memprotes atau mempertanyakan kebijakan sekolah tersebut.
Para siswa, ujar Kristina, juga memprotes kebijakan sekolah yang mewajibkan para siswa membeli LKS, pakaian batik serta seragam olahraga. Ia mencontohkan untuk pakaian batik saja, siswa diharuskan membayar Rp 75 ribu. Akibat akumulasi kekecewaan tersebut, lanjut dia, para siswa akhirnya sepakat untuk melakukan unjuk rasa. (zam)