Kulit Saja Sampai Melepuh
Sejumlah pabrik langsung membuang limbahnya melalui saluran buang pabrik ke badan Sungai Cihaur yang berdekatan
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Sejumlah pabrik langsung membuang limbahnya melalui saluran buang pabrik ke badan Sungai Cihaur yang berdekatan dengan pemukiman serta lahan pertanian warga di Desa Cipeundeuy, Kecamatan Padalarang, Kabupaten Bandung Barat (KBB).
Air yang keluar dari saluran pembuangan itu warnanya beragam. Kadang warna merah, biru, hijau, dan seringnya berwarna hitam pekat serta mengeluarkan bau menyengat serta perih di mata.
Warga sejumlah kampung di Desa Cipeundeuy, seperti Kampung Cihaur, Cibacang dan Kampung Pangkalan, memprotes tindakan sejumlah pabrik tersebut. Terlebih, akibat tercemarnya Sungai Cihaur itu, banyak warga menderita penyakit gatal.
Salah seorang warga Cihaur, Awing Sutarna (49), mengatakan akibat pembuangan limbah tanpa diolah tersebut, air Sungai Cihaur sudah berubah warna. Air sungai yang dulu berwarna bening, kini berubah warna menjadi hitam pekat agak ke merah-merahan. Selain itu, airnya pun mengeluarkan bau menyengat.
"Airnya sungai kadang berwarna merah, hitam, hijau atau biru, tergantung limbah yang dibuang pabrik," kata Awing saat ditemui di Kampung Cihaur, Jumat (29/11/2013).
Limbah cair yang langsung dibuang ke sungai itu, menurut Awing, tidak hanya berasal dari satu pabrik saja, melainkan dari beberapa pabrik yang bergerak di bidang tekstil, garmen dan zat kimia.
Beberapa tahun lalu, ujarnya, sungai itu masih memiliki air yang jernih. Bahkan, kata dia, di sungai itu banyak terdapat ikan sehingga oleh warga setempat, sungai itu sering dijadikan lokasi favorit untuk memancing karena sungai itu bermuara ke Waduk Saguling.
"Warga di sini kan banyak yang suka bikin ikan kering untuk dijual. Ikannya ngambil di sungai ini. Tapi sekarang sudah tidak ada ikannya, warga pun sudah jarang yang buat ikan kering,"
Dijelaskannya, pembuangan limbah cair oleh sejumlah pabrik industri di Desa Cipeundeuy itu sudah terjadi sejak beberapa tahun lalu. Beberapa zat berbahaya seperti merkuri (Hg), mangan (Mg), kadium (Cd), krom heksavale (Cr6+), alkylphenol (bht) langsung dialirkan ke sungai yang melintasi dua kampung tersebut.
Zat-zat kimia berbahaya itu berhasil dideteksi oleh aktivis lingkungan Green Peace yang kemudian memasang plang peringatan di lokasi pipa tempat pembuangan limbah ke Sungai Cihaur. Selain mencantumkan nama-nama zat berbahaya yang terdeteksi, Green Peace juga meminta agar warga tidak mendekati lokasi pembuangan limbah itu karena sangat berbahaya.
"Papan peringatan itu dipasang sejak beberapa bulan lalu. Tujuannya agar masyarakat tidak mendekati lokasi pembuangan," kata pria berkulit gelap ini.
Sebelum ada papan peringatan tersebut, lanjut Awing, banyak warga yang tetap memanfaatkan air Sungai Cihaur untuk berbagai kebutuhan rumah tangga seperti mencuci, mandi dan kakus. Dampaknya pun akhirnya dirasakan warga. Menurut Awing banyak sekali warga yang menderita penyakit gatal-gatal termasuk dirinya.
"Saya juga menderita gatal-gatal pada tangan dan kaki. Kulit pun mengelupas, seperti bekas terbakar," kata dia sambil memperlihatkan kulit tangan dan kakinya yang sempat mengelupas.
Hal senada juga diungkapkan oleh Sutarmin (43) waga Kampung Cibacang. Menurut Sutarmin, sebenarnya sudah sejak lama warga desa tersebut memprotes keras tindakan pabrik-parik yang membuang limbah cair tersebut ke sungai. Bahkan, kata dia, warga pun pernah mendatangi langsung pihak pabrik, namun tidak pernah ditanggapi.
"Bukannya mendapat jawaban, kami malah dikasih amplop Rp 50 ribu. Bagi kami itu penghinaan. Kami tidak minta uang, hanya meminta agar pabrik tidak seenaknya buang limbah ke sungai," kata pria berbadan kurus itu.
Warga lainnya Eutik (73), mengaku beberapa waktu lalu, dia pernah turun ke sungai untuk mengambil rumput untuk pakan hewan ternak miliknya. Namun baru saja beberapa menit, ia mengaku langsung merasakan kulitnya seperti terbakar.
"Panas sekali waktu terkena limbah. Kulit saya langsung gatal-gatal. Bahkan, beberapa hari kemudian, kulit melepuh. Waktu itu saya enggak tahu, kalau air limbah ini berbahaya," jelas kakek yang sering mencari rumput di sekitar lokasi pembuangan limbah tersebut.(zam)