Bermodalkan Rp 25 Juta Bisa Langsung Sarjana di Kalbar
Praktik jual beli ijazah palsu, disinyalir semakin marak terjadi di Kalimantan Barat.
TRIBUNNEWS.COM, PONTIANAK - Praktik jual beli ijazah palsu, disinyalir semakin marak terjadi di Kalimantan Barat.
Dengan modal sekitar Rp 25 juta sampai dengan Rp 30 Juta, maka titel S1 dan S2 bisa melekat pada nama si pembeli.
Hal ini, diungkapkan Martinus Ekok, pengacara senior yang beralamat kantor di Jl Pak Kasih, Pontianak. Ia bahkan telah menemukan pelaku pembeli ijazah palsu dengan titel S1.
"Saya mengungkapkan hal ini semata-mata tanggungjawab sosial selaku pengacara. Karena apa, persoalan ijazah palsu ini kembali marak di Kabupaten Ketapang dan Bengkayang. Dengan modal Rp 25 juta - Rp 30 juta, maka titel S1 dan S2 SH, SP, dan sebagainya bisa diperoleh. Ini harus dihentikan," kata Martinus Ekok kepada Tribun di kantornya, Jumat (6/12/2013).
Diungkapkan Ekok, ijazah sarjana palsu diduga diminati oleh para calon anggota legislatif dan pegawai negeri sipil (PNS). Dengan bermodalkan ijazah sarjana palsu tersebut diharapkan bisa mendongkrak posisi pelaku.
"Yang PNS digunakan untuk naik golongan, mereka dari yang SMA, kalau S2 biasanya untuk jabatan. Maka kita meminta pihak berwajib dan dinas pendidikan mengawasi ini, karena tindakan pemalsuan ijazah ini melanggar UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional," ujarnya.
Warga Pontianak, Andreas Tuto, menuturkan, praktik jual beli ijazah sarjana palsu sudah terjadi di Ketapang. Satu di antara kerabatnya ditawari ijasah palsu dengan nominal tertentu.
"Adik ipar saya ditawari untuk S1, istilahnya kuliah jet. Disuruh mengisi formulir, lalu diminta bayar sekitar Rp 25 juta, dapat ijazah S1. Praktik jual beli ini sudah semacam sindikat, ada jaringannya yang mengkoordinir," ungkapnya.
Martinus Ekok mengungkapkan, praktik jual beli gelar sarjana sudah terjadi sejak tahun 2010 lalu. Saat itu anak buahnya juga ditawari membeli ijazah S1 dengan harga Rp 25 juta.
"Saya kemudian memanggil anak buah saya itu, saya tanya siapa yang mengajak. Orang itu menunjukkan ijazahnya, lalu saya cek kebenarannya di universitas di Jakarta, lalu dibalas langsung rektor, bahwa ijazah yang dimiliki itu palsu," tuturnya.
"Kasus jual beli ijazah palsu ini harus ditindaklanjuti pihak aparat, tanpa harus ada laporan polisi, karena bukan delik aduan. Ini tergolong tindak pidana biasa, dan ancaman hukumannya jelas, maksimal lima tahun penjara sesuai pasal 68," tukasnya.