Kejati Lampung Tahan Tersangka Korupsi Pembangunan Jembatan Rp 8 M
Kejati Lampung resmi melakukan penahanan terhadap Ronny Felix Chandra, Direktur PT Buana Permai Jaya
Editor: Budi Prasetyo
Laporan Wartawan Tribun Lampung Hanafi Sampurna
TRIBUNNEWS.COM LAMPUNG. - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung resmi melakukan penahanan terhadap Ronny Felix Chandra, Direktur PT Buana Permai Jaya. Ronny ditahan seusai dirinya menjalani pemeriksaan pertama kali sebagai tersangka atas perkara dugaan korupsi pada pembangunan tahap dua Jembatan Way Sekampung di Kabupaten Pesawaran senilai Rp 8 miliar, Selasa (17/12/2013). Ronny merupakan rekanan pelaksana proyek tersebut.
Sebelum ditahan, Ronny diperiksa tim penyidik di salah satu ruangan bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Lampung dari pukul 10.00 WIB sampai pukul 15.00 WIB.
Seusai diperiksa tim penyidik, Ronny sempat diperiksa kesehatannya oleh tim medis. Setelah tim medis menyatakan Ronny secara umum sehat, dirinya langsung dibawa ke mobil tahanan Kejati Lampung.
Selanjutnya Ronny dititipkan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Bandar Lampung yang terletak di Way Huwi, Lampung Selatan. Saat ditanya wartawan, Ronny saat berjalan menuju mobil tahanan dari ruang pemeriksaan penyidik.
Seusai penahanan Koordinator Pidsus Kejati Lampung Banua Purba mengatakan Ronny dikenakan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tindak Pidana Korupsi. Banua menjelaskan dalam perkara tersebut, terjadi penyimpangan berupa pembangunan jembatan yang tidak sesuai dengan kontrak kerja.
Saat ditanya apakah ada tersangka lain dalam perkara ini, Banua mengatakan “ hingga saat ini kami masih terus melakukan pendalaman. Namun tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka lain.” Ia juga menegaskan Ronny bukanlah pelaku tunggal dalam melakukan korupsi atas perkara tersebut.
Ronny ditahan berdasarkan surat perintah penahanan nomor : Print-799/RT.1/KJT/12/2013 tertanggal 17 Desember 2013.
Sebelumnya Kasi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Lampung Heru Widjatmiko mengatakan berdasarkan hasil penyidikan yang dilakukan pihaknya, pekerjaan proyek tersebut tidak sesuai dengan kontrak yang ada. Dan berdasarkan perhitungan ahli proyek tersebut telah merugikan negara Rp 1,6 miliar.