Cerita Tamsil Linrung: Penangkapan yang Janggal
gus Dwikarna bersama Tamsil Linrung dan Abdul Jamal Balfas ditahan oleh kepolisian dan imigrasi Filipina
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, MAKASSAR -- Agus Dwikarna bersama Tamsil Linrung dan Abdul Jamal Balfas ditahan oleh kepolisian dan imigrasi Filipina saat hendak bertolak ke Bangkok dari Bandara Internasional Ninoy Aquino, Manila, Filipina.
Tamsil dan Jamal Balfas tidak lama ditahan di Filipina, namun Agus tetap diproses dalam oleh penegak hukum setempat dan dituduh terlibat dalam aksi terorisne di Filipina.
Berikut cerita Tamsil:
"Saya tak bisa lupakan bersama Agus dan Jamal kami sebagai pengusaha daerah asal Sulsel hendak menghadiri businessman gathering di kota Bangkok. Kami diundang pengusaha Thailand, Prasand Sironound, yang tertarik eksplorasi potensi melimpah pertambangan batu bara di Mindanao, Filipina Selatan.
Tapi, kami tak sadar jika satuan aparat keamanan dari kepolisian dan imigrasi Filipina telah bersiaga menunggu kedatangannya sejak sore di Bandara Ninoy. Agenda pertemuan bisnis itu pun gagal lantaran aparat kepolisian dari Satuan Tugas Sanglahi (penanganan terorisme) Filipina menahan kami dan dibawa ke Camp Crame.
Kami dituding pihak imigrasi, masuk ke Filipina secara ilegal. Menurut catatan pemeriksaan aparat Filipina, nama ketiga warga Indonesia ini ada dalam manifes pesawat Lufthansa yang membawa mereka ketika tiba di Manila pada 11 Maret 2002.
Tetapi, menurut petugas, nama mereka tidak terdapat dalam komputer imigrasi.
Sedangkan aparat kepolisian Filipina menahan mereka karena petugas keamanan bandara mengaku menemukan bahan-bahan peledak (C-4).
Di salah satu koper Tamsil dan Balfas, kata petugas, terdapat bubuk bulat-bulat terbungkus dalam kantong kecil. Sementara di tas tangan Agus, terdapat gulungan kabel. Benda-benda ini dinilai telah melanggar Dekrit Presiden 1866 yang telah diamandemen oleh Undang-Undang Republik 8294 tentang pemilikan senjata api, amunisi, dan bahan peledak secara ilegal. "