Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Mimpi Sederhana Nur Yasin, Pelopor Pertanian Organik dari Sulsel

Pada saat petani lain memacu produksi dengan pupuk kimia, Nur Yasin malah memelopori pertanian organik.

Penulis: Agung Budi Santoso
zoom-in Mimpi Sederhana Nur Yasin, Pelopor Pertanian Organik dari Sulsel
Tribunnews.com/ Agung Budi Santoso
Nur Yasin, pelopor pertanian organik, sedang memanen sayuran kangkung di lahan cocok tanamnya di Dusun Maralleng, Desa Pao Pao, Tanete Rilau, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan, Selasa (4/2/2014). 

Laporan: Agung Budi Santoso

TRIBUNNEWS.COM, BARRU - Pada saat banyak petani memilih cara instan melipatgandakan hasil kebun dan sawah dengan berbagai obat dan pestisida pemacu kecepatan pertumbuhan tanaman, petani muda bernama Nur Yasin, 32, ini sebaliknya amat getol memelopori sistem pertanian organik.

Yang menarik, kepeloporan itu dia lakukan di lahan yang relatif gersang di sekitar tempat tinggalnya di Tanete Rilau, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan. Lazimnya untuk lahan gersang seperti itu, orang biasanya cari cara mudah, yakni dengan pupuk kimia. Tapi Yasin malah bersusah payah pakai pupuk organik yang dia produksi sendiri.

Ia juga tularkan cara bercocoktanam organik itu pada masyarakat sekitarnya. Ilmu memproduksi pupuk organik dia tularkan secara cuma-cuma. Tak perlu bayar untuk kursus organik padanya. "Saya cuma ingin warga sekitar tidak melulu menggantungkan hidup pada hasil laut. Jangan karena alasan tanah gersang, lahan tidur segini luasnya dibiarkan mubazir dan tak produktif," tutur Nur Yasin kepada Tribunnews.com.

Demi membebaskan kawasan sekitar tempat tinggalnya dari problem pangan, pria  berpostur langsing ini memroduksi sendiri pupuk kompos dan pupuk cair alami dari berbagai bahan organik yang mudah didapatkan di sekitar rumahnya. Ia ingin menyelesaikan masalah ketidakadilan pangan di sekitar kediamannya dengan melibatkan masyarakat sekitar. Yasin ingin sawah dan kebun sekitar rumahnya bisa sesubur seperti lahan-lahan pertanian di Pulau Jawa.

Pupuk kompos bikinannya berkomposisi kotoran sapi, kotoran ayam, sekam gergaji, keong, bintang laut, plus gula merah. Semua bahan dasar itu difermentasi menjadi pupuk. Yang pasti, semua bahan itu tidak ada yang beli, kecuali gula merah.

Sebagian dari pupuk kompos bikinannya dipakai sendiri untuk menyuburkan lahan seluas 12.000 M2 yang digarapnya. Sebagian lainnya dipasarkan dengan harga murah meriah. Mengapa dijual murah meriah?

Berita Rekomendasi

"Saya nggak cari untung. Yang penting bisa membuat banyak orang ketularan menerapkan pertanian organik," kata Nur Yasin, ketika ditemui Tribunnews.com, di lahan tempat dia bercocok tanam di Dusun Maralleng, Desa Pao-pao, Kecamatan Tanete Rilau, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan, Selasa (4/2/2014).

Nur Yasin memetik cabe hasil pertanian organik dari kebunnya.

Hasil penjualan pupuk kompos organik memang tidak 'spektakuler.' Tapi yang patut dihargai adalah itikad baiknya menyelamatkan lingkungan dari bahaya pestisida dan pupuk kimia dalam produk pertanian bagi kesehatan.

"Berhentilah meracuni diri sendiri," kata Nur Yasin, seorang petani di pelosok, hanya lulusan Sekolah Dasar (SD) tapi mampu berbahasa Indonesia dalam tata bahasa dan struktur kalimat yang baik itu. Ia bertekad kampung tempatnya bercocok tanam akan bebas pestisida di masa mendatang.


Demi misi sosial itu, produk pupuk kompos organik bikinannya dibanderol murah meriah seharga hanya Rp 1.000 per kilogram. Tak hanya itu, dia sering mengobral dengan porsi lebih kalau yang membeli tetangga-tetangga terdekatnya.

"Saya punya tekat, mendorong petani bertanam secara organik. Dalam lima tahun ke depan desa ini harus bebas pestisida," tutur Nur Yasin, petani yang berusaha jujur dan apa adanya itu.

Perjuangannya menggratiskan ilmu organiknya kepada siapa saja yang mau belajar dia berikan dengan tulus. Sistem bertani secara organik juga dia kampanyekan. Cari untung bukan tujuan utamanya. "Kalau petani mau ikutan bertanam secara organik, itu sudah jadi kesenangan bagi saya," ujarnya.

Nur Yasin sedang membuat pupuk cair organik. Gubuk tempatnya bikin pupuk (kanan).

Ramah Lingkungan, Hasilnya Lebih Banyak

Nur Yasin merasakan sendiri, sayuran dari sistem pertanian organik tak hanya baik bagi kesehatan tapi juga terbukti lebih produktif hasilnya.

Contohnya, dulu ia hanya bisa memanen 40-50 ikat kangkung sehari dari sebidang tanah di depan rumahnya saat masih memakai pupuk kimia. Tapi begitu berganti ke pupuk organik, hasilnya meningkat menjadi rata-rata 70 ikat per hari.

Keuntungan lain, sekali menebar pupuk organik, maka di atas lahan tersebut bisa dipakai 3-4 kali menanam sayuran, tanpa harus menebar lagi pupuk saat sebelum masa tanam.

Ini yang membedakan dengan pertanian non organik. Pupuk harus ditebar di atas lahan setiap sebelum ditanami. Artinya, pemakaian pupuk kimia semacam urea atau TSP sebenarnya lebih boros pengeluaran dibanding organik.

Pria sederhana yang baru setahun menikah ini makin jatuh cinta pada pertanian organik setelah mengetahui sayuran kangkung, kacang, cabe (lombok), terong, dan melon, membuahkan hasil sesuai harapan.

Sayuran terong dan cabe, misalnya, sudah bisa dipanen tiap tiga bulan sekali. Setelah dipanen, cabe dan terong juga terus berbuah untuk dipanen tiga bulan berikutnya.

Sayuran kacang, lebih cepat panennya. 40 hari sudah bisa dipetik hasilnya. Dari hasil kebunnya, Nur Yasin dan istri nyaris tak pernah berbelanja kebutuhan menyangkut pangan keluarga. Semua bisa dipenuhi dari karunia Tuhan lewat alam sekitar. Ia tak
pernah mengeluh, apalagi mimpi muluk-muluk, mencari-cari pekerjaan di sektor formal dengan penghasilan gede.

"Asal sayuran di kebun tumbuh subur, saya merasa sudah bergaji. Yang penting bisa menghidupi keluarga," tuturnya.

Restorasi Penghidupan Kawasan Pesisir

Nur Yasin sedang memroduksi pupuk kompos dengan teknologi sederhana.

Menurut Boedi Sardjana Julianto, Project Manager Restoring Coastal Livelihood (RCL), Nur Yasin adalah contoh petani yang berhasil diberdayakan dan dibina dalam memaksimalkan sumber daya alam sekitar.

Program peningkatan Penghidupan Masyarakat Pesisir, yang disokong Oxfam (organisasi kemanusiaan dan bantuan asal Inggris), memang sengaja membidik petani-petani inspiratif seperti Nur Yasin.

Apalagi kawasan pesisir seperti Desa Pao Pao, Tanete Rilau, di Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan, ini mengalami kerusakan lingkungan sejak tahun 1980 akibat penebangan hutan mangrove menjadi tambak-tambak dengan sistem perikanan kimia.

Awalnya, tambak-tambak udang dan bandeng di kawasan itu sukses. Tapi lama-lama terjadi kerusakan lingkungan. Hutan mangrove (bakau) dibabat, tapi setelah menjadi tambak ternyata usia pemakaiannya tak lama.

Datang berbagai macam penyakit yang merusak produksi tambak udang. "Tambak pun dibiarkan terlantar, lalu mereka kembali ke laut sebagai nelayan," tutur Boedi Sardjana.

Prihatin dengan kerusakan ekologi, petani sekitar diberdayakan untuk menerapkan sistem pertanian organik. Tujuannya, menormalisasi lingkungan dari kerusakan sekaligus meningkatkan taraf hidup mereka agar tidak sekadar menjadi nelayan
penangkap ikan. Nah, Nur Yasin, adalah sedikit dari sosok-sosok masyarakat setempat yang berhasil dibina untuk menghidupkan kembali lahan-lahan yang semula mengalami kerusakan lingkungan tersebut agar kembali produktif.

"Kita berikan dampingan dan bimbingan. Tidak dengan dana, tapi dengan penyuluhan, pemberian peralatan dan teknologi bertani organik," kata Soni Kusnito, salah satu fasilitator dari Oxfam yang memberikan dampingan untuk petani organik seperti Nur Yasin.

Yasin sendiri mengakui, tanaman sayurannya tidak mudah terkena penyakit sejak memakai pupuk kompos dan pupuk cair organik berbahan kotoran sapi dan sekam gergaji itu.

"Dulu waktu pakai pupuk kimia, tanaman itu gampang banget kena penyakit bercak. Sekarang tahan penyakit," ujarnya. Dan yang terpenting, "Berhentilah meracuni diri sendiri," imbuhnya.

Nur Yasin yang mengaku kutu buku sejak kecil itu mengaku ngeri melihat fakta banyaknya kasus penyakit kanker yang salah satu pemicunya karena kebiasaan mengonsumsi sayuran dan buah-buahan yang terpapar pestisida. Semoga Anda ikut terinspirasi dengan ilmu pertanian organik dari sosok yang tak pernah mengenyam pendidikan pertanian di perguruan tinggi ini. 

Kontak Nur Yasin: 081257063257 

Email: muliana_nuryasin@yahoo.com


Sumber: TribunJakarta
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas