Desa Nameng di Sitaro Masih Terisolir
Sepuluh hari setelah Kota Manado dihantam banjir bandang, warga Desa Nameng, Kecamatan Sibaru, Kabupaten Sitaro dihampiri bencana dahsyat
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribun Manado, Yudith Rondonuwu
TRIBUNNEWS.COM, MANADO - Ombak setinggi tiga meter menemani perjalanan Tribun Manado (Tribunnews.com Network) ke Desa Nameng, lokasi bencana yang mengubur 29 warga di dasar laut pada 25 Januari lalu.
Januari 2014 menjadi bulan kelam bagi Sulawesi Utara. Bencana alam terjadi di mana-mana mulai tanah longsor, banjir bandang hingga puting beliung.
Sepuluh hari setelah Kota Manado dihantam banjir bandang, warga Desa Nameng, Kecamatan Sibaru, Kabupaten Sitaro dihampiri bencana dahsyat yang menewaskan tiga orang dan 29 orang dinyatakan tewas terkubur di dasar laut.
Setelah upaya evakuasi dihentikan, Tribun Manado berkesempatan menuju lokasi kejadian melalui jalur laut dari Manado.
Tidak mudah mencapai Desa Nameng yang berlokasi di sebuah daerah terjal Kecamatan Siau Barat Utara, Kabupaten Sitaro. Jalan darat butuh lebih dari 1 jam menggunakan sepeda motor dari Pelabuhan Ulu-Siau.
Tribun Manado memilih menggunakan speedboat bergabung dengan Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai (KPLP) yang bersedia mengantarkan awak media ke lokasi bencana tersebut, Jumat (7/2/2014).
Masih pukul 07.30 Wita, speedboat kapasitas 10 orang itu sudah standby di Pelabuhan Ulu. Tidak ada perahu satupun di situ. Hanya ada kapal penumpang antarpulau Lokongbanua yang sudah terparkir sejak Kamis (6/1/2014). Menurut Laurens Lumida (53) seorang petugas KPLP memang masih ada larangan melakukan aktivitas laut karena ombak masih berkisar 3 sampai 6 meter.
Belum 10 menit melaju, yang tadinya biasa-biasa kini speedboat mulai melompat-lompat. Air laut mulai masuk ke dalam speedboat namun masih terkendali.
Awan hitam pun sudah mendekat menambah kengerian bagi orang yang tidak terbiasa menyeberangi lautan. Sekitar 15 menit kemudian sudah terlihat lokasi bencana berupa tebing yang dihiasai sungai kering.
Sungai itu membentang dari ujung mulut gunung berapi Karangetang (gunung aktif) hingga ke ujung pulau yang bukan merupakan pesisir pantai tapi berupa tebing.
Ada dua bangunan kecil serupa tempat berteduh ukuran 1 kali 2 meter, satu di sisi kanan dan satu di sisi kiri. Di sisi kiri ada anak tangga kecil-kecil yang terlihat seperti pahatan batu. Tidak ada satu bangunan rumah di lokasi bencana yang merupakan dermaga perahu taxi (perahu penumpang) di Desa Nameng itu.
Rumah penduduk harus dicapai dengan menaiki bukit berjarak lebih dari 300 meter dari dermaga itu. Dermaga berupa palung yang tidak bisa digunakan ketika ombak kencang sedang berlangsung.
Demikian speedboat tidak bisa menepi karena dermaga itu masih berbahaya ketika ombak tinggi masih berlangsung di semua wilayah perairan Sitaro.
"Kita tidak bisa lama-lama di sini karena speedboat bisa terhantam ke batu-batu, ombak masih tinggi," ungkap Laurens, yang merupakan putra daerah Siau.
Untuk mencapai rumah-rumah penduduk di Nameng, hanya bisa dengan jalan kaki. Jarak antara rumah satu dengan yang lain juga lebih dari 100 meter.
Ada beberapa rumah cukup dekat dermaga itu namun ada dibalik pepohonan tinggi.
"Sekarang ombak masih tinggi dan memang masih ada potensi terjadi puting beliung. Itu puting beliung tidak bisa diprediksi kapan terjadi. Hanya memang imbauan pemerintah agar penduduk di sekitar bukit dekat dermaga ini agar tinggal di daerah aman dulu sementara cuaca masih belum stabil," katanya.