Belanja Kendaraan Dinas Pemprov Lampung Naik Dua Kali Lipat
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Lampung 2014 boleh saja defisit Rp 19,49 miliar
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribun Lampung, Heribertus Sulis
TRIBUNNEWS.COM, LAMPUNG - Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Lampung 2014 boleh saja defisit Rp 19,49 miliar. Kendati begitu, DPRD dan Pemerintah Provinsi Lampung tetap mengesahkannya pada 24 Desember 2013 silam.
Defisit anggaran terjadi karena pendapatan daerah Rp 4,29 triliun lebih rendah dibandingkan belanja daerah Rp 4,31 triliun. Dalam draf Raperda APBD 2014, salah satu peningkatan signifikan terlihat pada belanja pengadaan kendaraan dinas (randis) atau operasional.
Dibandingkan dengan APBD 2013, belanja pengadaan randis di lingkungan Pemprov Lampung tahun ini meningkat 123,46 persen alias dua kali lipat lebih. Pada 2014, belanja randis dialokasikan sebesar Rp 18,48 miliar. Sementara pada 2013, belanja serupa hanya sebesar Rp 8,27 miliar.
Kepala Pusat Studi Kebijakan Publik Universitas Lampung (PSKP Unila) Dedy Hermawan mengatakan, peningkatan anggaran pengadaan randis yang mencapai dua kali lipat lebih dibanding tahun sebelumnya menunjukkan ketidakpekaan para pejabat terhadap kondisi masyarakat. Menurutnya, ada indikasi pengadaan randis tidak tepat sasaran.
Dedy menuturkan, para pejabat dan birokrat di Lampung selama ini memiliki masalah yang sangat mendasar secara mentalitas. Mereka selalu merespons pengadaan randis secara tidak proporsional. Mereka juga menganggap randis sebagai barang yang bisa digunakan untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan pribadi pejabat.
"Para pejabat birokrat di Lampung punya kecenderungan menganggap randis sebagai barang milik pribadi. Jadi, penggunaannya tidak didasarkan pada analisis kebutuhan pelayanan kepada masyarakat. Melainkan hanya untuk kepuasan pribadi dan kemewahan pejabatnya, dengan harapan randis itu bisa didum (dikuasai sebagai milik pribadi)," ungkap Dedy, Minggu (9/2/2014).
Dedy menilai, cara berpikir pejabat-pejabat di Lampung sangatlah keliru.
"Mereka tidak bisa membedakan mana kendaraan pribadi, mana kendaraan dinas. Mana kendaraan untuk melayani masyarakat, mana kendaraan untuk memuaskan kepentingan pribadi. Alhasil, proses pengadaan randis selalu identik dengan pemborosan anggaran dan belanja mewah," imbuhnya.
Menurut Dedy, Pemprov Lampung harus lebih selektif dalam penganggaran randis dan lebih mengutamakan pemenuhan kebutuhan kendaraan operasional yang menyentuh hajat hidup masyarakat, seperti kendaraan operasional penanggulangan bencana dan kendaraan penyuluh yang harus menjangkau wilayah di kabupaten-kabupaten.
"Randis harus diarahkan ke sana. Kendaraan operasional untuk itu kan masih banyak yang kurang. Kalau hanya untuk penunjang jabatan birokrat, ya tidak tepat. Itu tidak mendesak," tambah Dedy.
Berdasar draf Raperda APBD 2014, belanja randis menyebar di 18 dari 43 satuan kerja perangkat daerah (SKPD) di Pemprov Lampung. Penyebaran belanja randis tersebut juga meningkat dibandingkan 2013, yang hanya ada di dua dari 42 SKPD.
Alokasi belanja randis terbesar berada di sekretariat daerah, yang terdiri atas beberapa biro, yakni sebesar Rp 9,52 miliar. Alokasi terbesar berikutnya adalah Dinas Koperasi, UMKM, Perindustrian dan Perdagangan Lampung serta Sekretariat Badan Perwakilan Provinsi Lampung di Jakarta. Masing-masing sebesar Rp 1,2 miliar dan Rp 1 miliar.
Sementara, alokasi belanja randis terendah berada di dinas pertambangan dan energi sebesar Rp 101 juta. Adapun, alokasi belanja randis di SKPD lain bervariasi, antara Rp 220 juta sampai Rp 820 juta.