Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

MUI: Salat Berhadiah Mobil Rentan Diskriminasi dan Bias Jender

Kebijakan memberikan hadiah kepada warga yang rajin salat berjamaah dinilai rentan diskriminasi dan bias jender.

zoom-in MUI: Salat Berhadiah Mobil Rentan Diskriminasi dan Bias Jender
kompas.com/Firmansyah
Wali Kota Bengkulu Helmi Hasan didampingi Wakil Wali Kota Patriana Sosialinda dalam sebuah acara beberapa waktu lalu 

TRIBUNNEWS.COM, BENGKULU - Kebijakan Wali Kota Bengkulu, Heli Hasan, untuk memberikan hadiah kepada warga yang rajin salat berjamaah dinilai rentan diskriminasi dan bias jender.

Penilaian tersebut, dilontarkan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Bengkulu, Rohimin.

Menurutnya, diskriminasi dan perlakuan bias jender itu akan terjadi jika esensi dari kebijakan itu tak disampaikan.

"Niat Wali Kota bagus, namun harus diperhatikan kesetaraan beragama. Bagaimana dengan penganut agama lain selain muslim, harus ada solusi, sehingga tidak ada diskriminasi, demikian juga dengan kesetaraan jender," kata Rohimin, saat ditemui di kampus Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bengkulu, Senin (10/2/2014).

Helmi, sebelumnya mengumumkan kebijakan bahwa warga yang rajin salat akan diganjar hadiah berupa naik haji, umrah, dan mobil Toyota Innova.

Dalam syarat untuk mendapatkan hadiah tersebut dijelaskan, warga harus melakukan salat Zuhur berjemaah di Masjid At-Taqwa sebanyak 42 kali berturut-turut untuk mendapatkan hadiah umrah.

Selanjutnya, warga yang salat Zuhur di masjid itu 52 kali berturut-turut bakal diberangkatkan haji. Jika konsisten, warga akan mendapatkan mobil pribadi milik Wali Kota Bengkulu Helmi Hasan, yaitu Toyota Innova.

BERITA REKOMENDASI

Rohimin menegaskan, kalau harus berturut-turut, bagaimana dengan jemaah perempuan yang tiap bulan mendapatkan menstruasi, tentu tidak dapat shalat berjemaah.

"Ini yang saya sebutkan bias kesetaraan atau istilah sekarang bias jender. Dalam Islam tidak ada pengecualian seperti itu. Artinya, khusus untuk jemaah perempuan harus ada aturan tersendiri, jangan disamaratakan dengan pria," lanjut Rohimin.

Menurut Rohimin, yang paling penting dilakukan agar niat baik Wali Kota itu tidak bias dan dapat mengarah pada kesombongan, syirik, atau menyimpang karena mungkin jemaah shalat hanya ingin dapat hadiah. Maka, pemahaman kognitif akan kebijakan itu disosialisasikan oleh Wali Kota.

"Dalam agama itu kan hal yang paling utama dilakukan dalam sebuah ibadah adalah pemahaman (kognitif), lalu afektif (sikap dan nilai), lalu pada psikomotorik dalam artian kesadaran, bukan pada iming-iming tertentu, termasuk hadiah," papar dia.

"Kita menginginkan Wali Kota menjelaskan bahwa hadiah tersebut merupakan rangsangan agar kesadaran religius masyarakat meningkat, begitu juga dengan umat beragama lain," sambungnya.


Membangun religiusitas tidak cukup pada ajaran agama saja, tetapi adat istiadat juga harus diperhatikan dan dihargai agar cita-cita "Bengkuluku Religius" oleh Wali Kota dapat tercapai.

Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas