Pemilik Warung Kopi Pede Jadi Caleg Meski Selalu Dicibir
Banyak cibiran muncul untuk calon anggota legislatif (caleg) miskin. Tapi Mochamad Sholeh justru terpacu.
Banyak cibiran muncul untuk calon anggota legislatif (caleg) miskin. Tapi Mochamad Sholeh justru terpacu. Pemilik warung kopi yang nyaleg lewat Partai Golkar itu yakin bisa lolos ke DPRD Surabaya lewat Pemilu 9 April nanti.
SHOLEH nekat menjadi caleg, lantaran sakit hati terhadap anggota DPRD Surabaya yang tak memenuhi janji terhadap pedagang kecil seperti dirinya.
Alih-alih membantu mencarikan modal, saat lapak dagangan dia dan rekan-rekannya digusur, tak satu pun anggota dewan yang muncul, membantu menyelamatkannya.
Padahal, saat kampanye dulu, para caleg ini datang dengan setumpuk janji untuk memperbaiki nasib wong cilik. Namun, begitu mereka duduk di gedung DPRD, barisan orang kecil seperti Mak Sih dilupakan begitu saja.
"Waktu masih jadi caleg, mereka mbungkuk-mbungkuk (membungkukkan badan) ke kami. Minta dipilih. Tapi begitu terpilih, mereka tidak peduli nasib kami ini," imbuh suami Ninik RA itu.
Sholeh sadar diri tidak bergelimang harta. Nomor urut yang dimiliki pun terbilang buncit, nomor 11. Soal nomor urut, ia jelas kalah dengan para caleg elite. Apalagi dia juga tidak punya moyang politikus. Tapi tekadnya bulat, ingin mengabdi tanpa embel-embel rupiah.
Setelah direstui keluarga untuk maju, Sholeh sempat bingung sendiri. Suatu ketika, dia ingin foto close up untuk dipasang di spanduk.
Namun, saat datang ke studio foto, niatnya tiba-tiba memudar. "Mahal sekali jepret Rp 250.000. Lha uang saya tidak cukup," kenangnya sembari tertawa.
Sholeh lantas mendapatkan saran dari Fajrul Muluk Sakti Putra Mahkota, anak semata wayangnya. Sang anak mengajak Sholeh berfoto di sebuah supermarket dekat rumahnya. Menurut anaknya, di sana ada studio foto mini yang tarifnya jauh lebih murah.
Dia lantas diajak anaknya ke sebuah kotak berukuran 4 meterpersegi. Ada tirai sebagai penutup. Sholeh mengernyitkan dahi lantaran tidak tahu maksud sang anak mengajaknya ke kotak itu.
"Itu photobox kata anak saya. Wah saya sendiri baru tahu ada studio mini di dalam kotak terus kita sendiri yang njepret. Nah, saya berpose kemudian anak saya yang menginjak tombol untuk njepret. Wis ta, ketok ndesoe aku (Kelihatan sekali aku ini udik)," ujar Sholeh sambil terbahak.
Tarifnya jauh lebih murah ketimbang foto di studio. Sholeh hanya perlu mengeluarkan uang Rp 50.000 untuk beberapa kali jepretan. Mengenakan kemeja hitam dipadukan jas kuning kebesaran partai berlambang beringin, Sholeh memilih pose hormat dan mengumbar senyum.
Tidak seperti caleg lain yang memilih background foto berwarna polos, Sholeh memilih warna putih bergaris hitam bermotif batik modern.
"Background fotonya yang milih anak saya. Namanya juga photobox, backgorund yang ada, warnanya unyu-unyu, he-he-he-he," ucap anak kedua dari enam bersaudara itu. Foto itu lantas dibawanya ke seorang teman yang bisa mendesain banner.
Awalnya Sholeh ragu untuk maju. Ia memilih membantu dengan menjadi tim sukses temannya. Ia pun keliling kampung menemui warga untuk mempromosikan temannya.
Namun warga protes, saat mereka tahu. Warga yang didatanginya mengancam menolak mendukung, kecuali Sholeh sendiri yang maju.
Desakan itu membuat putra pasangan (alm) Sudi dan Karmini itu bersedia dicalonkan. Kini Sholeh harus berjuang sendiri menjaring suara di dapil yang tergolong masuk kategori neraka tersebut. (miftah farid)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.