Didakwa Korupsi, Bupati Rembang Klaim Untungkan Negara Rp 120 Miliar
Bupati Rembang, Jawa Tengah, Muhammad Salim kembali menegaskan posisi dirinya saat menjabat sebagai kepala daerah yang mampu menyumbang dividen
Editor: Budi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM SEMARANG, – Bupati Rembang, Jawa Tengah, Muhammad Salim kembali menegaskan posisi dirinya saat menjabat sebagai kepala daerah yang mampu menyumbang dividen untuk daerah ratusan miliar.
Meski menyandang status sebagai terdakwa korupsi, Salim bersikukuh bahwa kebijakannya tak salah, justru telah terbukti menguntungkan Pemkab Rembang.
Penegasan tersebut disampaikannya dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang, Selasa (18/3/2014). Hadir sebagai saksi mantan Kepala Bagian Keuangan, Masykuri dan Sekretaris Daerah Kabupaten Rembang, Hamzah Fatoni.
“Sesuai janji saya semasa kampanye, saya tak ingin membebani APBD. Makanya, kami buat unit usaha SPBU, khususnya solar untuk para nelayan agar mereka bisa mempermudah kerja ke laut. Dulu, saat awal menjabat, PAD cuma 20 miliar, sekarang sudah jadi 140 miliar,” kata Salim di depan hakim Dwiarso Budi Santiarto itu.
Salim diadili terkait kasus korupsi Penyertaan Modal APBD Rembang pada PT Rembang Bangkit Sejahtera Jaya (RBSJ) tahun 2006-2007 senilai Rp 35 miliar. Salim didakwa telah menampung dana pencairan melalui rekening PT Rembang Sejahtera Mandiri (RSM) qq M Salim.
PT RSM ini kemudian berganti nama menjadi PT RSBJ berdasarkan Perda Nomor 4 Tahun 2006. Pencairan uang pinjaman itu dinilai bermasalah lantaran dilakukan sebelum Perda Penyertaan Modal disahkan oleh Gubernur Jawa Tengah.
Ketua DPC Domokrat Kabupaten Rembang itu keberatan atas keterangan saksi dari bekas anak buahnya, Masykuri. Salim mengakui peminjaman modal untuk RSBJ memang dari kas daerah yang diambilkan dari pos Pengeluaran Tak Tersangka.
Dia mengelak jika pinjaman itu dilakukan tanpa aturan yang jelas. Dia mengakui, keuangan daerah memang minus Rp 21 miliar. Namun demikian, pinjaman anggaran sudah berdasarkan SK DPRD Nomor 15 Tahun 2006 tentang Persetujuan APBD Perubahan 2006 pertanggal 25 November 2006.
"Ini yang mendasari saya mengambil solusi untuk melakukan diskresi dalam keadaan mendesak. Selain itu, anggaran untuk bencana juga bisa digunakan untuk kepeluan yang mendesak demi untuk mendukung kewenangan pemerintah,” cetus Salim.
Masykuri menuduh Salim telah mengabaikan arahan dirinya terkait pengelolaan keuangan. Menurutnya, saat pinjaman dilakukan, kas daerah sudah dalam keadaan minus hingga Rp 21 miliar. Jika ditambah dengan pinjaman untuk penyertaan modal Rp 25 miliar, terkumpul Rp 46 miliar. Hal inilah yang tidak diharapkan saksi.
“Saat akhir APBD 2005, saat itu saya bilang sudah minta dukungan kepada Bupati agar kualitas administrasi ditingkatkan. Bahkan, Bupati bilang kalau dua tahun sudah berhasil, beliau akan mundur jadi Bupati. Tapi kenyatannya, ada beberapa rekening masuk dalam Dana Tak Tersangka,” beber Masykuri.
Namun, sikap bupati berkata lain. Diceritakan saksi, pada tanggal 26 Juli 2006, Bupati mengatakan dirinya tidak usah ikut-ikutan. Tanggal 21 Juli 2006, pencairan dana dari kas daerah.
“Rinciannya begini, pinjaman dana DTT dari 0 sampai 100 juta kepada dinas, Rp 100-Rp 500 juta ke Sekda. Dan Rp 500 juta ke atas, langsung ke Bupati. Pengeluaran dana pinjaman memang tercatat dalam DTT. Itu bisa dikeluarkan jika penempatan modal telah disahkan, tetapi oleh Bapak Bupati diperintahkan cair sebelum disahkan,” tukasnya.
Kuasa hukum Salim, Ahmad Hadi Prayitno menyangsikan keterangan Masykuri. Menurutnya, dana awal penyertaan modal bukan berasal dari DTT, melainkan pinjaman dari pos Pengeluaran Tidak Tersangka (PTT). Kedua program itu adalah mata anggaran yang bebeda dengan peraturan yang berbeda pula.
Menurutnya, PTT adalah anggaran yang digunakan untuk membiayai pengeluaran yang sifatnya tidak tersangka.
"Disediakan dalam bagian anggaran tersendiri, yang dikelola oleh Bendahara Umum Daerah yaitu Kepala Bagian Keuangan," ucapnya.
Namun, Masykuri menegaskan bahwa dua pos anggaran dimaksud jaksa adalah sama. “Pos alokasi DTT atau PTT sama. Semuanya intinya sama, alokasi dana untuk tak tersangka atau tak terduga,” pungkasnya.