Hasyim Muzadi: Pemerintah Harus Bayar Diyat Satinah
Mantan Ketua Umum Pengurus Besar NU, KH Hasyim Muzadi, berpendapat pemerintah Indonesia seharusnya membayar diyat untuk membebaskan Satinah.
Editor: Dewi Agustina

TRIBUNNEWS.COM, BANYUWANGI - Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdatul Ulama, KH Hasyim Muzadi, berpendapat pemerintah Indonesia seharusnya membayar diyat untuk membebaskan Satinah binti Jumadi Ahmadi yang akan dihukum pancung April 2014 mendatang. Pasalnya, pemerintah memiliki alokasi khusus untuk TKI bermasalah dan banyak TKI yang justru berangkat dengan masalah dokumen yang tidak lengkap.
"Pemerintah harus membayar penuh, karena Satinah merupakan warga negara Indonesia. Pembayaran bisa dari APBN," katanya.
"Dan hal itu merupakan kesalahan Indonesia karena 60 persen persoalan yang dihadapi TKI disebabkan dari dalam negeri, ya salah satunya ya dokumen yang tidak lengkap serta sumber daya manusia yang tidak siap dengan kultur dan budaya yang berbeda," tambahnya saat berkunjung ke Banyuwangi, Jumat (28/3/2014).
Hasyim mendorong pemerintah untuk menata kembali prosedur pengiriman TKI ke luar negeri, mulai dari perekrutan, pembekalan hingga pendampingan. Selain itu, Indonesia juga harus segera mengatur kembali kontrak dengan negara lain yang menerima tenaga kerja dari Indonesia agar kasus-kasus seperti Satinah tidak terulang lagi.
Satinah binti Jumadi Ahmadi warga Kabupaten Semarang terancam hukuman mati pada 3 April 2014. Hukuman mati akan terhindar jika Satinah mampu membayarkan diyat atau uang darah pengganti hukuman mati akibat membunuh. Uang darah yang diminta pertama kali oleh keluarga korban pembunuhan oleh Satinah sebesar 10 juta riyal atau senilai Rp 30 miliar.
Di pengadilan Arab Saudi, Satinah telah mengakui perbuatannya. Ia telah dipenjara sejak 2009 dan telah mengalami tiga kali penangguhan hukuman mati. Keluarga korban meminta tebusan sebesar 7,5 juta riyal atau setara Rp 21 miliar.