Gugatan Class Action Terhadap Istri Gubernur Aceh Ditunda
Istri Gubernur Zaini Abdullah ini digugat karena masih berstatus warga Swedia, padahal ia memangku jabatan ex officio sebagai istri Gubernur.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, BANDA ACEH - Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Banda Aceh, Kamis (10/4/2014) menggelar sidang perdana gugatan untuk kepentingan publik (class action) oleh Direktur Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA), Safaruddin SH terhadap Niazah A Hamid.
Istri Gubernur Zaini Abdullah ini digugat karena masih berstatus warga Swedia, padahal ia memangku jabatan ex officio sebagai istri Gubernur yang dibiayai APBA.
Namun majelis hakim yang diketuai Supriadi MH menunda sidang tersebut karena kuasa hukum Presiden RI cq Menteri Hukum dan HAM (tergugat IV) dan kuasa hukum Perdana Menteri Swedia cq Duta Besar Swedia untuk Indonesia (tergugat V), tak hadir ke persidangan.
Sedangkan kuasa hukum Presiden Cq Gubernur Aceh (tergugat I), yaitu Edrian SH cs hadir. Edrian SH cs juga menjadi kuasa untuk Niazah (tergugat II). Adapun kuasa hukum Ketua DPRA (tergugat III), Burhanuddin SH juga hadir.
"Karena kuasa tergugat IV dan V tak hadir setelah kita panggil secara patut, maka akan kita panggil sekali lagi. Namun karena pihak dipanggil ini di Jakarta, maka kita membutuhkan waktu yang agak lama karena pemanggilannya harus melalui delegasi pihak PN Jakarta, sehingga sidang nanti, 13 Mei 2014," kata Supriadi.
Sebelum menutup sidang, kuasa hukum Gubernur dan Niazah, Syamsul Rizal SH meminta majelis hakim memerintahkan penggugat memperlihatkan keabsahan hukum atas nama yayasan dipimpinnya itu untuk melakukan gugatan tersebut.
Karena itu, hakim ketua memerintahkan penggugat agar pada sidang mendatang membawa berbagai dokumen dimaksud, seperti AD/ART YARA, maupun susunan pengurus. Hal ini disanggupi oleh penggugat, Safaruddin SH.
Seperti diketahui dalam gugatan Direktur YARA, Safaruddin, 5 Maret 2014, penggugat meminta majelis hakim memutuskan perbuatan tergugat II menggunakan fasilitas bersumber dari uang negara adalah melawan hukum, sehingga menghukum para tergugat mengalihkan status Niazah menjadi WNI paling telat tiga bulan sejak putusan ini berkekuatan hukum tetap.(sal)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.