Tradisi Ngerebong di Bali, Belasan Warga Kerasukan
Tidak hanya para wanita, beberapa orang pria juga turut kerasukan.
![Tradisi Ngerebong di Bali, Belasan Warga Kerasukan](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/20140609_112554_tradisi-ngeregong.jpg)
TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Beberapa orang wanita berkebaya berteriak dan meraung-raung seusai melakukan persembahyangan di Puri Kesiman, Jalan WR Supratman, Kota Denpasar, Minggu (8/6/2014) sore.
Tak hanya berteriak dan meraung-raung, beberapa dari mereka juga menangis, tertawa, melompat sambil seakan melakukan gerakan tari diiringi tabuhan baleganjur.
Di sampingnya dua hingga tiga orang pria membopongnya menuruni anak tangga di pura dan mengarak keliling pura.
Tidak hanya para wanita, beberapa orang pria juga turut kerasukan.
Saat dimulai pengarakan para pria ini tiba-tiba menghunjam-hunjamkan keris ke arah perut, dada dan bagian-bagian badan lainnya.
Namun anehnya tidak satu pun dari mereka yang terluka. Keris itu tidak dapat menembus badannya.
Hal ini mereka lakukan pada acara pengerebongan yang rutin digelar di Puri Kesiman setiap 6 bulan sekali, tepatnya satu minggu setelah hari raya Kuningan.
Sejak pukul 14.00 WIita terlihat pecalang melakukan pengamanan di sepanjang Jalan WR Supratman atau di kawasan Puri Kesiman hingga Pura Petilan.
Jalan dua arah yang biasanya dapat digunakan pengguna kendaraan ini, mulai pagi pukul 07.00 Wita sementara ditutup selama acara pengerebongan berlangsung.
Menurut pecalang yang bertugas di dalam puri, Made Wijayak Kegiatan ini sedikitnya diikuti oleh 14 banjar setempat.
"Acara ini dimulai dengan upacara sabung ayam atau tabuh rah," ujar Made Wijaya sambil memonitor jalannya pelaksanaan upacara lewat handy talkie-nya.
Ia mengatakan, sabung ayam selalu dilakukan sebagai bagian dari rentetan upacara sakral ini. Bersamaan dengan itu sebagian besar umat lainnya lalu bersembahyang di pura.
Usai para umat yang bersembahyang di pura lalu bersama-sama mengelilingi wantilan atau tempat sabung ayam sebanyak tiga kali putaran.
Saat mengelilingi wantilan, para umat juga diiringi beberapa barong dan leak.
Selama prosesi pengarakan inilah beberapa umat melakukan tindakan menusuk diri dengan keris yang disebut dengan tradisi ngurek.
Selama pelaksanaan aksi itu, umat yang kesurupan dijaga oleh warga lain dan beberapa pecalang agar keris yang merupakan benda berbahaya tersebut tidak mengenai warga lain yang menonton acara ini.
Saat prosesi ini, para wisatawan asing sangat antusias, mereka yang sudah siap dengan pakaian adat tidak mau ketinggalan mengabadikan momen prosesi ini dengan kamera.
Ketika matahari senja mulai terlihat, yaitu sekitar pukul 18.00 Wita seiring dengan berakhirnya ritual ini, umat ini kemudian dibawa kembali menuju pura untuk melakukan persembahyangan bersama.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.