Pengungsi Syiah Ikut Nyoblos Pilpres
“Memilih kan hak kami. Tetapi, mau memilih siapa itu hak masing-masing. Kami hanya diskusi siapa itu para calon. Mungkin saja ada yang berbeda (piliha
TRIBUNNEWS.COM, SIDOARJO - Iklil menuturkan, dalam pilpres mapun pemilu legislatif (pileg) yang lalu, jemaahnya gembira bisa mendapatkan hak suara.
“Mereka sendirilah yang sadar, pilpres ini bisa menjadi harapan baru,” imbuh Ustadz Iklil.
Dia mengaku tidak pernah memaksa, atau menyarankan jemaahnya mendatangi TPS untuk mencoblos.
Iklil mengatakan, memang kadang kala hari-hari mereka diisi dengan diskusi masalah suksesi kepemimpinan nasional, terlebih setelah menyaksikan cara debat calon presidendi televisi.
“Memilih kan hak kami. Tetapi, mau memilih siapa itu hak masing-masing. Kami hanya diskusi siapa itu para calon. Mungkin saja ada yang berbeda (pilihannya) di antara kami. Tapi harapan kami tetap sama siapapun presidennya nanti. Kami ingin pulang,” ujarnya.
Saat ini, jemaah Syiah melewati dua momen besar sekaligus. Selain pilpres, momen Idul Fitri juga dilewatinya di pengungsian.
Tidak ada yang istimewa untuk menyambut hari besar bagi umat Islam itu.
Hari-hari mereka hanya diisi bercengkerama dan beribadah. Mereka merindukan suasana Ramadan dan Idul Fitri di desa.
“Kami jalani dengan seadanya. Semua ini kami syukuri meskipun hidup terusir,” kata Iklil.
Mereka berharap presiden baru bisa memberikan solusi permanen bagi hidup ratusan jemaahnya.
“Kami ingin hidup mandiri. Tidak bergantung terus pada bantuan,” tegasnya .
Selama ini, kata Iklil, mereka masih dibantu pemerintah. Iklil adalah saudara kandung Ustadz Tajul Muluk yang kini mendekam di penjara karena tuduhan menista agama.
Pria bernama asli Ali Murtadho itu divonis bersalah pada Juli 2012 dan dihukum dua tahun penjara oleh PN Sampang.
Warga Syiah di pengungsian mengaku masih bisa bertahan karena dukungan kelaurga mereka di desa.
Secara berkala, keluarga mereka dan para tetangga yang bersimpati, mendangi rusun untuk sekadar melepas rindu.
Kunjungan itu bukan tanpa risiko, karena mayoritas warga tetap menentang ajaran Syiah.
Namun, karena tidak mempedulikan urusan keyakinan, warga tetap saja berkunjung ke Puspa Agro, meski sembunyi-sembunyi.
Biasanya mereka tinggal di rusun sampai seminggu. Iklil dan ratusan jemaahnya terharu dengan kunjungan para tetangga itu.
“Mereka berani datang dengan segala risiko hanya untuk menjaga silaturahmi,” pungkasnya. (idl/ben)