Stenly Kaget Tagihan Listrik Mencapai Rp 1,3 Juta
Ia sangat terkejut ketika melihat tagihan listriknya membengkak hingga 300 persen, padahal pada bulan-bulan sebelumnya hanya membayar Rp 150 ribu.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, TOMOHON - Pelayanan PT (persero) Perusahaan Listrik Negara (PLN) Ranting Kota Tomohon menuai sorotan masyarakat. Selain masih terjadi pemadaman listrik, lonjakan tagihan rekening listrik yang sangat luar biasa atau tidak normal, masih dialami pelanggan setia Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini.
Seperti yang dialami Stenly Kowaas, warga Kakaskasen III, Lingkungan I, Kecamatan Tomohon Utara ini, Kamis (24/7/2014). Ia sangat terkejut ketika melihat tagihan listriknya membengkak hingga 300 persen, padahal pada bulan-bulan sebelumnya hanya membayar sekitar Rp 150 hingga 300 ribu saja dengan pemakaian yang optimal.
"Sepanjang hayat bayar listrik, baru sekarang tagihan mencapai Rp 1,3 juta. Selama ini, sudah bertahun-tahun menjadi pelanggan setia PLN, maksimal tagihan yang dibayar hanya Rp 150 hingga 300 ribu saja per bulan," kata Stenly dengan raut wajah kecewa.
Di rumah yang kini dihuninya, daya listrik yang terpasang sekitar 1.300 watt dan selama ini pemakaian dalam kondisi normal saja.
"Meski kaget dan kecewa dengan pelayanan PLN, tapi saya tetap membayarnya, sebagai warga negara yang baik," ungkapnya.
Stenly berharap pelayanan PLN Ranting Kota Tomohon lebih profesional lagi, sehingga lompatan tagihan listrik yang terindikasi tidak wajar itu tak terulang, sehingga tak menyusahkan masyarakat yang menjadi pelanggan.
"PLN adalah milik rakyat, jadi pelayanan juga harus diberikan optimal kepada masyarakat, jangan seperti ini, ada lonjakan tagihan listrik yang sangat besar. Apalagi listrik masih sering padam, sangat mengganggu masyarakat," tegasnya.
Terpisah, Friska Kawatu, Kepala Ranting PLN Kota Tomohon tak memberikan penjelasan rinci kenapa tagihan bisa membengkak seperti itu. Menurutnya, penetapan dasar penetapan tagihan listrik pasca-bayar, menurutnya selama ini masih mengacu pada angka stand di kwh meter. Jika angka di rekening lebih besar dari angka di kwh meter maka akan dikoreksi.
Namun jika angka sudah sesuai berarti pemakaian di rumah pelanggan sudah sesuai. Karena kwh meter adalah alat ukur pemakaian kwh di pelanggan.
"Jadi untuk tagihan pasca-bayar patokannya adalah angka stand kwh meter di rumah pelanggan," katanya.
Ia hanya menyarankan pelanggan untuk segera beralih ke listrik pintar.
"Solusi mengantisipasi terjadinya hal seperti ini adalah dengan beralih ke listrik pintar. PLN tidak pernah memaksa pelanggan memakai listrik pintar, tapi menawarkan solusi kepada pelanggan supaya dapat mengatur pemakaiannya sendiri, sehingga dapat meminimalisir terjadinya hal-hal demikian dan menghindari pemutusan akibat keterlambatan pembayaran listrik. Jatuh tempo pembayaran listrik adalah tanggal 20 setiap bulannya," ujarnya.
Dengan listrik pintar, masyarakat yang menjadi pelanggan menurutnya lebih terbantu, sebab bebas biaya abodemen, bebas pemutusan, dan atur biaya pemakaian sendiri.
"Banyak kemudahan kalau sudah pakai listrik pintar. Misalnya, pembelian pulsa tergantung pemakaian. Jika pemakaiannya sedikit tentu token kwh yang dipakai juga sedikit. Jika banyak pemakaian tentu banyak juga token kwh-nya. Jadi kan tergantung pelanggan. Pelanggan yang atur sendiri," kata Friska. (war)