Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Perkawinan ala Samin Tidak Tercatat di KUA

Selama ngawula kemanten putra membantu pekerjaan mertua. Tahap selanjutnya, Paseksen, ungkapan kemanten putra di hadapan orang tua dan mertua yang dih

zoom-in Perkawinan ala Samin Tidak Tercatat di KUA
istimewa
Perkawinan ala Samin dilaksanakan sederhana, hanya bangku panjang dan tikar yang disediakan bagi tamu. 

TRIBUNNEWS.COM,KUDUS - Lazimnya, prosesi perkawinan dihiasi ornamen khas seperti dekorasi, tenda, kursi, dan musik yang mengalun sebagai media publikasi.

Tetapi, perkawinan ala Samin dilaksanakan sederhana, hanya bangku panjang dan tikar yang disediakan bagi tamu.

Tatkala mengundang pun hanya mendatangi rumah calon tamu secara lisan. Bila calon tamu di luar desa, di-sms oleh pengundang.

Hal ini sebagaimana perkawinan pada fase pasuwitan antara Sarah Puji Rahayu putri Budi Santoso (wong Samin) warga Desa Larekrejo, Kec.Undaan, Kudus yang dinikahi Iseh Sahroni putra Mukrin (muslim) warga Dukuh Kaliyoso, Desa Karangrowo, Kec. Undaan, Kudus kawin secara Samin pada Rabu (20/8/2014) pukul 19.00 Wib di rumah Budi Santoso.

Tamu yang diundang dengan sms dan hadir, yakni Kepala Kemenag Kudus, Kabag TU Kemenag Kudus, Kasi Syariah Kemenag Kudus, Kepala dan Kasi Kesbangpolinmas Kab. Kudus, Kabag Hukum Kab.Kudus, anggota Polres Kudus, Kepala Desa Larekrejo Kudus.

Tamu lainnya, yakni saudara dan tetangga Budi Santoso yang Samin dan muslim.

Menurut Budi Santoso, tahapan perkawinan Samin meliputi (1) Nyumuk; yakni kedatangan keluarga (calon) kemanten putra di rumah calon kemanten putri untuk menanyakan status si gadis pada orangtua gadis, apakah sudah memiliki calon suami atau masih legan.

BERITA TERKAIT

Bila legan (tak punya kekasih), tahap berikutnya (waktu berdasarkan kesepakatan) dilakukan ngendek yakni menyunting.

Tahap berikutnya, Nyuwita/Pasuwitan yakni ijab-kabul yang dinyatakan pengantin putra didampingi orangtuanya pada pengantin putri bahwa ia menikahinya di hadapan wali (orangtua), saksi (saudara), disertai mas kawin, dengan prinsip meneruskan keturunan (wiji sejati, titine anak Adam).

Setelah pasuwitan kemanten putra hidup bersama istri dan keluarganya (ngawulo).

Selama ngawula kemanten putra membantu pekerjaan mertua. Tahap selanjutnya, Paseksen, ungkapan kemanten putra di hadapan orang tua dan mertua yang dihadiri kemanten putri, keluarga, dan tamu undangan (Samin dan non-Samin) bahwa dirinya telah melakukan kewajiban memenuhi kebutuhan batin (kumpul).

Setelah hamil 7 bulan dilakukan tingkepan; slametan (brokohan) agar bayi terlahir sehat.

Menurut Moh. Rosyid, peneliti Samin dan Dosen STAIN Kudus, perkawinan Samin sah menurut negara berdasarkan UU No.1/1974 tentang Perkawinan Pasal 2 (1) perkawinan sah bila menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya, meskipun kawin Samin tak dicatatkan di KUA/Kantor Dukcapil.

Hal ini yang membedakan dengan kawin non-Samin. Kawin Samin ’tak melengkapi’ amanat Pasal 2 ayat (2) tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundangan yang berlaku. Dalih Samin kawin tanpa dicatatkan karena mempertahankan ajaran leluhurnya yang diwariskan oleh Ki Samin Surosentiko.

Lanjut Rosyid, seperti dalam rilisnya, keunikan dan kokohnya warga Samin melakukan perkawinan khas diuri-uri negara karena hidup di negara Bhineka Tunggal Ika.

Perbedaan adalah anugerah Ilahi/Gusti. Ibarat taman, makin indah bila terdapat ragam dan jenis bunga yang hidup di dalamnya.

Sumber: Tribun Jateng
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Populer

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas