Kasus Florence, Harusnya Polisi Tempatkan Diri Sebagai Mediator, Bukan Perkeruh Suasana
Kasus Florence Sihombing, polisi seharusnya tempatkan diri sebagai mediator, bukan memperkeruh suasana dengan menahan dia.
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Agung Budi Santoso
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Intitute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus menilai tindakan Plda DIY menahan Florence Sihombing berlebihan, mengingat dirinya telah meminta maaf secara terbuka.
"Florence harus dibebaskan dari tahanan, dia kan sudah meminta maaf melalui akun pribadi media sosial miliknya," kata Erasmus di kantor Kontras, Jakarta Pusat, Minggu (31/8/2014).
Menurut dia, sanksi sosial yang diterima Florence sudah cukup dan tidak perlu diproses secara hukum. Terlebih, curhatannya tentang Jogja sebetulnya untuk SPBU dekat Lempuyangan, bukan keseluruh masyarakat Jogja.
"Dia sudah cukup menerima hukumannya (sanksi sosial). Penahanan yang dilakukan tidak beralasan dan bertentangan dengan hukum acara pidana di Indonesia," ujarnya.
Dengan tindakan penahanan tersebut, kata Erasmus, pihak kepolisian telah menebar rasa takut kepada masyarakat karena telah mengekang kebebasan berekpresi. Pihak kepolisian seharusnya, menempatkan diri pada posisi untuk memediasi persoalan yang berkembang, bukan memperkeruh suasana yang ada.
Pada 27 Agustus 2014, Florence mengungkapkan kekesalahannya kepada SPBU dekat Lempuyangan, Yogyakarta, melalui media sosial Path yang berisi "Jogja miskin, tolol, dan tak berbudaya. Teman-teman Jakarta-Bandung jangan mau tinggal di Jogja".
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.