Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kementerian ESDM: Letusan Gunung Slamet Tidak Seperti Merapi

Karakter ini lebih tidak berbahaya jika dibanding Gunung Merapi dan Gunung Kelud

zoom-in Kementerian ESDM: Letusan Gunung Slamet Tidak Seperti Merapi
TRIBUNJATENG/YS ADI NUGROHO
Ada asap putih bulat besar dan di bawahnya ada asap berbentuk bebek di Gunung Slamet, orang menyebut Mbah Bebek. Fenomena ini muncul Kamis (11/9/2014). 

TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA -  Tipe letusan strombolian yang dimiliki Gunung Slamet menyimpan ancaman bahaya sejauh empat kilometer. Karakter ini lebih tidak berbahaya jika dibanding Gunung Merapi dan Gunung Kelud.

Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, Surono mengatakan karakter strombolian menyebabkan energi yang dimuntahkan Gunung Slamet tidak besar dan tidak menimbulkan awan panas. Sifat strombolian itu antara lain memiliki magma yang encer dan ketika meletus langsung memuntahkan semua material.

"Berbeda dengan Gunung Merapi yang memiliki magma yang kental, dan memerlukan banyak energi agar magma sampai ke dekat permukaan. Sekali keluar, magma yang menjadi lava itu lantas mengeluaskan gas, semakin banyak dan semakin tinggi. Begitu letusan terjadi, awan panas kemudian membumbung kemana-mana. Gunung Slamet tidak akan seperti itu," ujar Surono usai mengisi Seminar Penjabaran Potensi Sumber Daya Energi dan Mineral di Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjasoemantri (PKHH) UGM, Sabtu (13/9/2014).

Surono memaparkan, sejak 1772, letusan Gunung Slamet tidak pernah lebih dari ukuran volcanic eruption index 2. Artinya, secara total letusan dari periode letusan, Gunung Slamet maksimal hanya akan mengeluarkan 2 juta meter kubik.

"Dari indeks tersebut, bedanya sudah 100 kali lipat. Artinya, erupsi Gunung Slamet belum pernah melewati seperseratusnya Gunung Merapi," ujarnya.

Meskipun sejarah menorehkan karakteristik Gunung Slamet, namun Surono tidak memungkiri jika bisa saja terjadi perubahan dalam perkembangannya. Namun jika ada perubahan, maka alam akan memberikan tanda-tandanya. Sampai saat ini, menurut pantauannya, belum ada tanda-tanda perubahan tersebut.

"Alam itu jujur. Seperti ketika Gunung Merapi akan meletus lebih besar dari biasanya, aka nada tanda-tandanya," ujarnya.

Berita Rekomendasi

Ia meyakini bahwa setiap gunung memiliki tipe dan karakternya masing-masing. Surono membantah jika karakter setiap gunung bisa mempengaruhi gunung lain. Seperti halnya Gunung Slamet memiliki karakter yang beda dengan Gunung Merapi, meskipun keduanya terletak berdekatan.

Surono menyarankan agar setiap pihak mampu mempelajari karakter gunung ini dengan benar sehingga bisa melakukan tindakan terukur. Meskipun masih berstatus siaga, masyarakat diharapkan tidak panik.

"Jika sudah mengetahui ancaman bahayanya, pemerintah di lima kabupaten (Purbalingga, Banyumas, Pemalang, Tegal dan Brebes -red) justru bisa melakukan promosi pariwisata, misalnya piknik sambil mendengarkan dentuman, nonton semburan dari jarak aman," imbuhnya. (Gaya Lufityanti)

Sumber: Tribun Jogja
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas