Anak-anak di Desa Terpencil di Minahasa tak Kenal Internet
Mereka tak mampu membayar biaya naik angkutan umum berupa mobil pikap ketika hendak ke pusat kota di Langowan.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, TONDANO - Bolos sekolah lalu main game online sudah merasuki banyak pelajar di Kota Manado. Namun bagi anak-anak yang tinggal di Desa Rumbia, Kecamatan Langowan Selatan, Kabupaten Minahasa, internet saja mereka tidak tahu.
Mereka tak mampu membayar biaya naik angkutan umum berupa mobil pikap ketika hendak ke pusat kota di Langowan. Biayanya selangit, mencapai Rp 120 ribu. Apalagi jika harus ke Tondano sebagai ibu kota kabupaten.
Hidup di Desa Rumbia, membuat warga di desa terpencil tersebut tak tersentuh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, terlebih anak-anak.
Dari ratusan penduduk, bisa dihitung dengan jari warga yang memiliki handphone. Itu pun sangat jarang digunakan karena sinyalnya sangat lemah. Bahkan sering hilang.
Dalam perjalanan kemarin, Tribun Manado (Tribunnews.com Network) mendapatkan data bahwa desa tersebut dihuni 67 kepala keluarga.
Siang itu, di sebuah lapangan rumput, sejumlah anak berlarian, tanpa mengenakan alas kaki. Matahari yang terik kala itu, membakar jalanan di desa itu. Namun tawa kecil anak-anak seperti memberi sinyal panasnya jalanan tak membuat mereka terganggu. (fin)
Terus menyusuri wilayah desa, sejumlah anak terpantau sedang bermain sepak bola di tanah lapang, tepat di belakang gedung sekolah dasar.
Mereka begitu bersemangat dengan permainan tersebut. Kulit anak-anak itu gelap kemerah-merahan. Entah karena memang seperti itu, atau karena sering terbakar terik matahari.
Seorang anak yang saat itu menjadi penjaga gawang, Afdal Makasiop (9), mengaku tiap hari selalu menyempatkan diri bermain dengan teman-teman di desanya itu. Jenis permainan yang disebutkannya pun kesemuanya adalah permainan tradisional.
"Bola kaki, kasti, boi-boi, benteng, bulu tangkis, dan basket," ujar siswa kelas 3 SD tersebut.
"Main basketnya di halaman sekolah, tak ada ringnya," lanjutnya saat ditanya bagaimana bisa mereka main basket.
Saat ditanya apakah tahu internet ? Dengan senyum kecil dan mata yang memancarkan tanda tanya, Afdal menggelengkan kepala sembari berkata tak tahu. "Tidak," ucapnya.
Bukan hanya Afdal, beberapa anak yang ditemui pun mengaku tak mengetahui apa itu internet. Hal yang sangat kontras dengan kehidupan anak-anak di kawasan perkotaan.
Warung internet sering penuh dengan anak-anak yang main game online. Anak tiga tahun saja sudah tak asing dengan gadget yang menyediakan berbagai permainan.
Bagaimana bisa anak-anak Desa Rumbia bisa mengenal internet, kalau jaringan telepon seluler saja untung-untungan didapat. Hanya tersedia satu operator telepon, dengan sinyal yang kurang memadai.
Jaringan siaran televisi pun sangat sulit didapat, hanya beberapa rumah yang mampu menangkap siaran karena memasang antena khusus. Beruntung di desa itu sudah ada listrik.
Warga mengeluhkan betapa merananya mereka sebagai penduduk di pesisir Minahasa tersebut. Infrastruktur jalan yang kurang memadai membuat mereka merasa terisolasi dari kehidupan yang dianggap layak.
Dari pusat Kota Langowan, butuh sekitar 90 menit dengan sepeda motor untuk bisa sampai di desa paling ujung Minahasa, yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Minahasa Tenggara tersebut. Jaraknya hanya sekitar 24 Kilometer, namun medan jalan yang rusak berat yang membuat perjalanan lama.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.