Melanggar UU Advokat Cuma Kena Teguran
"Mengadili, menyatakan teradu telah terbukti melanggar Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat Pasal 4 dan KEAI (Kode Etik Advokat Indonesi

TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Advokat senior, Yudi Wibowo Sukinto dinyatakan terbukti telah melanggar Undang-Undang (UU) Advokat dan kode etik advokat. Namun hanya dihukum terguran secara tertulis dan diwajibkan membayar biaya perkara Rp 3,5 juta.
Putusan itu disampaikan Majelis Kehormatan Daerah Peradi (Perhimpunan Advokat Indonesia) Jawa Timur dalam rapat permusyawaratan yang digelar di Jalan Embong Sawo, Surabaya, Jumat (10/10/2014) sore, dengan Ketua Majelis M Anshoroel Choerri, Anggota Majelis Trimoelja D Soerjadi dan HS Eka Iskandar, serta Majelis Adhoc, I Komang Wiarsa dan Ronny H Mustamu.
Namun Yudi Wibowo selaku teradu dalam perkara ini tidak hadir. Hanya pengadu, Saul Krisdiono (Guru SMP GIKI 1 Surabaya) yang hadir mendengarkan putusan Dewan Kehormatan Peradi tersebut.
"Mengadili, menyatakan teradu telah terbukti melanggar Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat Pasal 4 dan KEAI (Kode Etik Advokat Indonesia) Pasal 2 dan Pasal 2 dan Pasal 5 hurug (g) dan (h). Menghukum teradu dengan teguran secara tertulis dan membebankan biaya perkara sebesar Rp 3.500.000 kepada teradu," ujar M Anshoroel Choerri membacakan putusannya.
Ditemui usai mengikuti sidang, Saul Krisdiono selaku pengadu mengaku kurang puas dengan putusan tersebut, terutama soal hukuman yang telah dijatuhkan. "Saya juga kaget, kok hukumannya hanya teguran tertulis. Padahal sudah dinyatakan bersalah," jawabnya.
Dengan alasan masih awam hukum, dirinya pun cuma diam. Upaya banding atau tidak, bakal diputuskannya setelah meminta pertimbangan ke teman-temannya yang mengerti hukum. "Saya akan koordinasi dengan teman yang paham hukum terlebih dulu. Banding atau tidak, belum bisa saya putuskan sekarang," ungkapnya.
Guru Fisika yang tinggal di Banyu Urip Kidul, Surabaya ini mengadu ke Peradi pada 4 Juni 2014. Dia merasa tidak terima karena dituduh dan dilaporkan ke polisi karena dianggap telah menganiaya muridnya bernama Firdaus Amy Rullah.
Menurutnya, siswa tersebut mengalami pendarahan akibat saling pukul dengan siswa lain bernama Dysan Andika Ihsan Nugraha saat di kelas, 3 Oktober 2013. "Saya hanya melerai tapi malah dilaporkan ke polisi dengan tuduhan menganiaya. Firdaus itu keponakannya (advokat Yudi Wibowo)," kisahnya.
Selain dilaporkan ke Dinas Pendidikan juga dilaporkan ke Polrestabes Surabaya. Perkaranya terus berlanjut dan sekarang sudah dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Dalam kasus ini, Saul didakwa dengan Undang-undang Perlindungan Anak. Tak tanggung-tanggung, sudah 23 kali sidang atas perkara tersebut digelar. Tanggal 21 Oktober nanti sidang kembali digelar dengan agenda pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Sedangkan terkait laporannya ke Peradi, Saul merasa banyak kejanggalan yang dilakukan Advokat Yudi Wibowo selaku paman dan sebagai pengacara siswanya tersebut. Diantaranya, mengirim surat bersifat tembusan ke pihak sekolah yang isinya guru fisika bernama Saul telah menganiaya muridnya, Firdaus.
Pada surat itu, Yudi Wibowo juga menyebutkan identitasnya sebagai seorang advokat yang berkantor di Jalan Kedungdoro Surabaya dan melampirkan surar izin praktik advokad dari Peradi. Surat tersebut ditujukan kepada Dinas Pendidikan Surabaya dengan tembusan ke Wali Kota Surabaya, DPRD Surabaya Komisi D, Kapolrestabes Surabaya dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
"Pihak sekolah tidak tercantum dalam daftar penerima tembusan tapi dikirimi surat," ungkap M Anshoroel Choerri, Ketua Majelis Permusyawaratan Dewan Kehormatan Peradi.
Selain menuduh Saul telah menganiaya muridnya, dalam surat itu juga tertulis bahwa pengadu (Saul) menantang tidak takut dilaporkan ke polisi. Bahkan juga menuduh pengadu pernah menjadi preman yang telah dihukum dua tahun.