Kemarau di Sulut Diprediksi hingga November
BMKG Stasiun Sam Ratulangi memperkirakan awal musim hujan antara akhir Oktober sampai dengan awal November mendatang.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, MANADO - Kemarau di Sulawesi Utara diprediksi akan berlangsung lama. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Sam Ratulangi memperkirakan awal musim hujan antara akhir Oktober sampai dengan awal November mendatang.
"Walaupun itu terjadi tidak secara serentak, sebab ada juga daerah yang awal musim hujannya jatuh pada Desember," tutur Ratih Prasetya, prakirawati BMKG Stasiun Sam Ratulangi, Rabu (15/10/2014).
Karena hujan belum juga mengguyur, BMKG menyebut cuaca hari ini dan beberapa hari selanjutnya masih tetap berawan dengan suhu antara 21 hingga 34 derajat celsius dengan 65 hingga 90 persen.
"Penyebab terjadinya kemarau di Sulut karena adanya El Nino yang menyebabkan berkurangnya pembentukan awan hujan karena pasokannya terbawa ke arah Samudera Pasifik bagian tengah," jelasnya.
Namun, hasil pengamatan terakhir menunjukkan bahwa El Nino telah mulai melemah. Selain itu, masih memanasnya perairan Samudera Pasifik yang berada di Utara Sulut, memicu munculnya siklon-siklon tropis yang menyebabkan pergerakan massa udara yang masuk ke Sulut didominasi oleh massa udara dari arah tenggara-selatan. Massa udara ini bersifat kering sehingga menghambat pembentukan awan-awan hujan.
Kemudian, munculnya siklon tropis di utara Sulut tersebut juga akan memblok aliran massa udara dari benua Asia yang bersifat basah.
"Oleh karena itu, menyebabkan tidak terjadi hujan di Sulut," katanya.
Kemarau yang melanda Sulut sudah berdampak pada operasi PT Air Manado. Direktur Utama PT Air Otniel Kojansow melalui Humas Joshua Rantung mengatakan, pihaknya berusaha memaksimalkan pelayanan untuk mengantisipasi gangguan nonteknis seperti musim kemarau yang berkepanjangan.
"Gangguan yang tidak direncanakan mengakibatkan wilayah pelayanan air bersih di Teling Tingkulu, Jalan Pumorou, dan Sakobar tidak terlayani dengan normal," kata dia.
Ia menjelaskan, akibat kondisi alam, debit air di beberapa titik instalasi pengolahan air (IPA), seperti Sungai Koka dan Sungai Malalayang turun sampai 50 persen.
"Kami tentu tidak bisa paksakan proses produksi air apabila ketentuan air baku yang dibutuhkan tidak sesuai. Artinya proses pengolahan air mulai dari intake sampai ke jaringan pipa distribusi harus memerlukan ketentuan," kata dia.
Ia berharap siklus hidrologi dapat kembali normal; sungai sebagai satu di antara sumber yang bisa berperan lagi untuk penyediaan bahan baku. Namun, untuk tetap menyediakan air bersih bagi warga, langkah prioritas yang ditempuh PT Air dengan melakukan penjadwalan pelayanan khusus untuk kawasan Tingkulu, Jalan Pumorou, sebagian Sario (Sakobar), dan Kelurahan Meras.
Pihaknya pun harus mengatur jadwal pelayanan. Untuk wilayah Jalan Pumorou dilayani pada setiap hari Senin, Rabu, Jumat, dan Minggu. Untuk kawasan Teling Tingkulu dilayani setiap hari Selasa, Kamis, dan Sabtu. Ia menyebut jadwal pelayanan tersebut hanya sementara agar pemerataan pelayanan bisa seimbang.
Meski sejumlah IPA terganggu, Rantung mengatakan, pelayanan IPA Paal Dua yang melayani pusat kota dan sekitarnya sampai saat ini masih tetap normal. Gangguan pada IPA ini biasanya karena pemadaman listrik.
"Kami sangat mengharapkan bantuan masyarakat dan pelanggan apabila ditemukan kebocoran atau kemacetan pelayanan, juga bila terjadi illegal connect, agar dapat menginformasikan kepada kami," harap dia.(erv/fer)