Pabrik Gula Akali Petani
"Aneh, selisihnya cukup besar, sampai dua persen. Padahal tebu ini dari lahan yang sama, varietasnya sama, cara pengolahannya juga sama," tegasnya.
TRIBUNNEWS.COM,SURABAYA - Para petani tebu yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) mencurigai adanya praktek 'menyedot' gula petani.
Praktek itu dilakukan dengan modus memainkan penghitungan tingkat prosentase rendemen atau kadar gula dalam tebu saat proses giling berlangsung.
Proses penghitungan rendemen itu dilakukan pihak pabrik, menggunakan alat khusus. Petani pemilik tebu tidak bisa mengontrolnya.
Mereka hanya tahu, ketika hasil penghitungan rendemen itu sudah dimumkan, misalnya rendemen tujuh persen atau delapan persen.
Angka rendemen tujuh persen itu artinya, dalam setiap 100 kilogram tebu yang digiling,
Nah, penetapan angka rendemen oleh pabrik-pabrik gula di lingkungan PT Perkebunan Nusantara (PTPN)-XI inilah yang diduga tidak beres.
Ketua Harian Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), Sunardi Edy Sukamto meyakini angka rendemen itu dimainkan.
Angka rendemen tebu petani atau tebu rakyat tersebut, sengaja ditulis lebih rendah dari rendemen yang sebenarnya.
Selisih angka dalam catatan dan rendemen riil inilah, yang menjadi lubang hilangnya gula petani. Gampangnya begini, misalnya angka catatan menyatakan rendemen 7 persen, sedang riil rendemen 8 persen.
Ada selisih satu persen. Itu berarti, ada satu kilogram gula petani yang hilang dari setiap seratus kilogram tebu yang digiling.
Edy lalu menyebut indikasi ketidak beresan penghitungan rendemen. Indikasi itu sendiri diperoleh setelah ia melakukan simulasi giling di sejumlah pabrik. Ia bawa tebunya ke sejumlah pabrik berbeda. Ternyata tingkat rendemen yang dihasilkan berbeda.
Padahal tebu tersebut berasal dari lahan yang sama. Tentu saja varietasnya juga sama.
Edy semula menganggap hasil rendemen yang berbeda itu murni diakibatkan karena perbedaan kondisi mesin penggiling.
Mesin yang lebih bagus tentu saja akan menghasilkan rendemen lebih tinggi dibanding mesin yang sudah tidak bekerja maskismal.
Edy lalu melakukan simulai kedua. Kali ini, polanya dibalik. Ia ambil tebu dari sejumlah lahan yang berbeda. Lalu tebu itu ia kirim ke satu pabrik. Rendemen yang dihasilnmya, ternyata sama.
”Kami sering membandingkan tingkat rendemen ke pabrik-pabrik lain, bahkan sampai ke Thailand. Rendemen yang harusnya 8 persen misalnya, di PG ternyata ditetapkan hanya kisaran 7 persen,” jelas Ketua Harian Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), Sunardi Edy Sukamto.
Pengalaman beruji simulai giling juga dilakukan beberapa petani lain. Sumedi, petani tebu asal Situbondo misalnya, pernah membaginya tebu dari lahannya menjadi tiga paket giling. Satu paket ia giling di PG Prajekan, lalu PG Pajarakan, dan PG Panji Situbondo.
Hasilnya, paket tebu yang ia giling di PG Prajekan menghasilkan rendemen sembilan persen. Sedangkan paket tebu yang ia giling di PG Pajarakan dan PG Panji Situbondo hanya menghasilnmya rendemen tujuh persen. Ada selisih hingga dua persen.
"Aneh, selisihnya cukup besar, sampai dua persen. Padahal tebu ini dari lahan yang sama, varietasnya sama, cara pengolahannya juga sama," tegasnya.
Masduki, petani tebu asal Jember menambahkan, mestinya pada musim giling saat ini rendemen tebu petani bisa mencapai sembilan persen atau setidaknya mendekati Iklam panas panjang menjadikan kualitas tebu cukup baik.
Tapi faktanya rendemen tebu rakyat tetap berada dalam kisaran tujuh persen.
Dari rekap hasil giling di 16 PG di bawah naungan PTPN-XI, Eddy mendapatkan data, rata-rata rendemen tebu rakyat adalah 7,60 persen. Artinya dari 100 kg tebu yang digiling, ada 7,6 kg gula yang dihasilkan.
"Tapi anehnya, untuk TS (tebu sewa: tebu dari kebun lahan PTPN), yang digiling di semua PG, rendemennya selalu lebih tinggi dari TR (Tebu Rakyat)," katanya.
Sunardi Edy Sukamto menyatakan, pihaknya sudah beberapa kali menanyakan kejanggalan-kejanggalan penetapan rendemen itu tetapi tidak pernah mendapatkan jawaban memuaskan.
Itu sebabnya, ia bersama APTR akan meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan audit.
"Bersamaan itu, kami juga akan melapor ke Polda Jatim. Termasuk di dalamnya melaporkan dugaan adanya penyimpangan sewa lahan fiktif. Kami menemukan dokumen tentang adanya oknuim pegawai PTPN XI yang merugikan keuangan negara cukup besar itu . Kami menduga ini punya kaitan secara tidak langsung dengan permainan rendemen yang terjadi sekarang ini," tegas Edy
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.