Sopir Impikan PO Beri Pendampingan Hukum
“Seharusnya perusahaan melindungi. Menghadapi masalah hukum, sopir selayaknya mendapatkan pendampingan hukum,” tuturnya.
TRIBUNNEWS.COM,SURABAYA - Ia banting stir bus. Pengendara motor yang memotong jalur itu pun selamat. Tapi bus yang dikemudikannya justru celaka.
Sempat trauma panjang mengenang lebih dari lima penumpangnya meninggal.
Juga sempat sakit hati karena perusahaan yang mestinya mendampingi proses hukum, justru malah memecatnya.
Memori kecelakaan yang dialaminya tahun 2012 silam itu masih saja terbayang.
Utamanya bila mendengar temannya, sesama sopir bus mengalami musibah, seperti yang baru saja dialami Bus Harapan Jaya di Medaeng, dua pekan lalu.
Jamal, demikian sopir bus ini minta dipanggil. Pria berusia 39 tahun ini meminta nama aslinya disembunyikan khawatir dianggap tidak etis oleh perusahaan otobus (PO) tempatnya bekerja.
Pengalaman buruk Jamal dua tahun silam itu terjadi di Sidoarjo.
Bus yang dikemudikannya celaka saat berusaha menghindari sepeda motor yang memotong jalan. Lebih dari lima orang meninggal dalam peristiwa itu.
Proses hukum berjalan. Jamal harus masuk tahanan, menjalani serangkaian pemeriksaan, hingga persidangan akhir di pengadilan.
Selama menjalani proses hukum, Jamal mengaku nelangsa. Bukan tahanan dan beratnya pemeriksaan yang menyebabkannya, tapi karena perusahaan mencampakkannya.
Perusahaan tidak memberikan pendampingan hukum. Jamal harus menjalani proses hukum seorang diri.
“Seharusnya perusahaan melindungi. Menghadapi masalah hukum, sopir selayaknya mendapatkan pendampingan hukum,” tuturnya.
Pendampingan itu mestinya menjadi hak para sopir. Perusahaan perlu memberikan sebagai imbal balik atas tugas dan kewajiban sopir sebagai penggerak mesin uang perusahaan.
”Setidaknya kami telah bekerja dan bertaruh nyawa di jalanan demi perusahaan. Giliran kami melakukan kesalahan, dilepas sendirian,” keluhnya.
Jamal mengaku semakin nelangsa karena sopir juga harus ikut menanggung ganti rugi.
Dari total kerugian yang dikeluarkan perusahaan, sopir harus menanggung 20 persen. Jamal tidak merinci, berapa total biaya yang harus ditanggungnya kala itu.
”Yang jelas jumlahnya puluhan juta. Saya tidak hapal pastinya, karena pengeluaran tidak langsung sekali,” ucapnya, saat ditemui di Terminal Purbaya, Surabaya. (day)