Sosiolog: Uang Panai Jadi Alat Penolakan
Sosiolog Unhas, Dr Darwis mengungkapkan uang panai bagi masyarakat Bugis-Makassar adalah prestise sosial sehingga menjadi penting
Editor: Sugiyarto
Laporan Wartawan Tribun Timur, Muh Hasim Arfah
TRIBUNNEWS.COM, MAKASSAR- Sosiolog Unhas, Dr Darwis mengungkapkan uang panai bagi masyarakat Bugis-Makassar adalah prestise sosial sehingga menjadi penting dan sering menjadi hambatan jadi atau tidaknya lamaran seseorang diterima tau ditolak.
"Hal ini yang mungkin terjadi pada Risna di Bulukumba. Tapi seiring dengan masuknya modernisasi di segala aspek kehidupan. Uang panai ini seharusnya bukan lagi ukuran untuk diterima atau ditolaknya lamaran seseorg kepada calon isterinya," katanya melalui pesan ke Tribun, Senin (3/11/2014).
Ia juga mengungkapkan ada kesan uang panai ini bisa dijadikan alat penolakan bila calon mempelai dianggap tidak setara kedudukan sosialnya.
"Bila itu terjadi biasanya terjadi silariang atau kawin lari bila calon saling cinta, mereka abaikan syarat uang panai itu," katanya.
Ia pun mengungkapkan bila terjadi silariang maka timbul masalah baru yang bisa menjadi konflik antar dua keluarga.
"Oleh karena itu uang panai masih menjadi penting dan ukuran derajat sosial seseorang. Bagi masyarakat kalangan bawah juga berlaku adanya uang panai, tentunya bagi masyarakat kalangan atas merupakan prestise sosial," katanya.
Lanjut Darwis, memutuskan uang panai tidak melibatkan hanya kedua orang tua tapi juga keluarga besar atau keluarga luas yang memberikan keputusan besaran uang panai itu. (*)