Rais Biarkan Luka Tembaknya Kering Alami di Tahanan
”Ada urat kaki yang rusak (karena tembak), sehingga masih merasa nyeri kalau dipakai jalan,” katanya usai menunjukkan bekas luka yang sudah menghitam
TRIBUNNEWS.COM,SURABAYA - Remaja 18 tahun ini masih kerap merasakan nyeri, meskipun luka di kakinya sudah lama sembuh.
Dokter bilang, gangguan nyeri muncul lantaran ada sejumlah urat putus setelah tertembus peluru tajam Januari 2014 lalu.
Di rumah tahanan, remaja itu biasa dipanggil Rais. Itu hanya nama panggilan.
Untuk membesuknya di tahanan, Selasa (11/11/2014) lalu, Surya(Tribunnews.com Network) harus menuliskan nama asli remaja yang telah divonis 22 bulan penjara tersebut.
Masih perlu satu tahun lagi, bagi Rais untuk menghabiskan masa kurungannya.
”Ada urat kaki yang rusak (karena tembak), sehingga masih merasa nyeri kalau dipakai jalan,” katanya usai menunjukkan bekas luka yang sudah menghitam di kakinya.
Rais adalah terpidana kasus penjambretan ponsel di kawasan Balongsari. Penjambretan dilakukan tiga bulan sebelum ditangkap dan disuntik peluru.
Sore hari, sejumlah petugas kepolisian datang ke rumah untuk menangkapnya.
Banyaknya petugas yang terlibat dalam penangkapan, membuatnya sama sekali tak berpikir untuk kabur, atau melawan.
”Saya dimasukkan mobil. Setelah di dalam mobil, mata saya ditutup lakban, jadi tidak begitu tahu dibawa ke mana,” ucap pria yang penuh tato di lengan itu.
Setelah beberapa jam ia tiba di sebuah ruangan di kantor polisi di Surabaya.
Penutup mata lalu Rais dibuka. Di sana dia rupanya tidak sendirian.
Beberapa pria, termasuk teman komplotannya ternyata juga sudah tertangkap lebih dulu.
Di sana ia diinterogasi. Satu pertanyaan yang juga diberikan pada temannya, adalah siapa-siapa lagi anggota komplotannya. ”Saya bilang tidak ada lagi,” tukasnya.
Interogasi ini berlangsung beberapa jam. Ia melihat polisi sedikit emosi mendengar jawaban.
Rais dianggap sengaja menyembunyikan nama-nama anggota komplotan lainnya.
Sekitar pukul satu tengah malam, dia kembali dimasukkan ke dalam mobil, dengan mata tetap ditutup.
Laju mobil berhenti di satu tempat. Rais tak tahu lokasinya karena penutup mata tetap tidak dibuka.
Yang bisa ia kenali hanyalah, ketika itu, tempat tersebut cukup sepi. Tidak terdengar deru kendaraan berlalu lalang.
Dari tempat duduknya di jok tengah mobil, dia diajak keluar. Nah, setelah keluar dari dalam mobil itulah, dalam keadaan masih menahan kantuk, letusan tembakan berbunyi.
“Yang saya rasakan, sakit sekali. Saya kira waktu sudah mati,” kenangnya.
Setelah menjalani prosesi suntik peluru, Rais kembali dimasukkan mobil. Rasa kantuknya hilang lantaran menahan sakit selama dalam perjalanan.
Tutup matanya baru kembali dibuka saat ia tiba di ruangan. Ia sempat mengira itu rumah sakit. Tapi setelah melihat, ternyata itu tahanan Polrestabes Surabaya.
”Lukanya dijahit ya di tahanan itu. Baru sembuh sekitar tiga bulan itu,” jelas Rais.
Rais memang mengakui telah terlibat dalam aksi kriminal. Namun tembakan nonprosedural yang dia alami, cukup dia sesalkan.
Hal ini pun sama seperti yang dirasakan keluarganya yang pernah berencana menuntut kepolisian karena penembakan di luar prosedur tersebut.
“Kebetulan ada tetangga yang kerja jadi pengacara. Keluarga sempat kepikiran untuk menuntut. Tetapi kemudian batal karena luka di kaki juga sudah sembuh,” pungkas dia. (tim lipsus surya)