Aktivis Muda NU Kediri Nobar Film Senyap
"Kata kuncinya adalah permaafan. Saya berkepentingan bagaimana masyarakat di dunia ini tidak saling bermusuhan, hidup damai berdampingan."
Penulis: Y Gustaman
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Y Gustaman
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tak peduli ancaman intimidasi mengintai, sejumlah aktivis muda Nahdlatul Ulama di Kediri, Jawa Timur, memberanikan diri menggelar nonton bareng diikuti diskusi film The Look of Silent atau Senyap.
Nobar dan diskusi, termasuk untuk film dokumenter karya Joshua Oppenheimer, menjadi kegiatan rutin Paguyuban Lintas Masyarakat (Palem), sebuah perkumpulan yang perhatian pada Hak Asasi Manusia, hak bernegara dan pluralisme.
"Ketua PCNU Kota Kediri mengetahui kegiatan ini. Beliau kita undang dan bersedia hadir," ujar aktivis muda NU Taufik Al Amin dalam rilisnya yang diterima Tribunnews.com di Jakarta, Sabtu (13/12/2014).
Nobar yang digelar di kantor PCNU Kota Kediri ini diikuti sejumlah perwakilan beberapa organisasi kemasyarakatan dan organisasi profesi di Kota Kediri, seperti PMII, Aliansi Jurnalis Independen (AJI), dan sebagainya.
Pengajar di salah satu kampus di Kota Kediri itu menjelaskan, dengan segala muatan yang ada dalam film Senyap, kegiatan nobar tidak dimaksudkan untuk membuka luka lama pihak-pihak yang merasa terlukai.
"Nobar ini kita gelar tidak secara terbuka untuk masyarakat umum. Pengkonsumsi film ini pastinya teman-teman yang memiliki kepedulian untuk mendiskusikannya juga," sambung Taufik.
Dwijo Utomo Maksum, jurnalis senior yang juga pengurus AJI Kota Kediri, mengatakan kegiatan nobar dan diskusi film ini bertujuan mendorong terciptanya rekonsiliasi antarpihak yang selama ini berseberangan dalam kasus dugaan pelanggaran HAM tahun 1965.
"Kata kuncinya adalah permaafan. Saya berkepentingan bagaimana masyarakat di dunia ini tidak saling bermusuhan, hidup damai berdampingan. Bahwa kami ingin ada rekonsiliasi, itu benar," jelas Dwijo.
Film Senyap menjadi kontroversi beberapa hari terakhir, karena muatannya dianggap mengungkap dugaan pelanggaran HAM masa lalu. Bahkan media sosial berbasis video Youtube memblokir akses film dokumenter kedua karya Oppenheimer.