Harta Pribadi Dikorbankan Pria Ini Demi Membangun Energi Listrik di Desanya yang Terpencil
Dusun Kawerewere, Rejeki, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, yang awalnya gelap gulita, kini terang benderang berkat Sudirman, 41.
Editor: Agung Budi Santoso
TRIBUNNEWS.COM - Pada Maret 2003, Sudirman (41) sudah siap membangun rumah permanen. Sebanyak 50 zak semen sudah diangkut dengan susah payah menggunakan sepeda motor ke Dusun Kawerewere, Rejeki, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah. Namun, di tengah jalan, ia berubah pikiran. Pikirannya seakan tersirap oleh cita-citanya untuk membangun sumber energi.
Akhirnya, alih-alih semen tersebut dipakai untuk membangun rumah, Sudirman malah menggunakan semen itu untuk ”membangun” Sungai Meno yang lokasinya tak jauh dari rumahnya.
”Saya pakai semen itu untuk membuat alur air dan bak penampung air dari aliran sungai tersebut. Saya mau bangun PLTM (pembangkit listrik tenaga mikrohidro),” ujar Sudirman di lokasi PLTM miliknya di Dusun Kawerewere, Minggu (14/12).
Ketika mulai merealisasikan rencananya tersebut, pria kelahiran 10 Juni 1973 ini berkeyakinan kuat, apa yang dilakukannya tidak akan sia-sia. Ia ingin rumah dan kampungnya diterangi lampu.
”Saya berusaha meyakinkan orangtua dan istri saya yang mengecap saya bodoh karena menggunakan semen pribadi untuk sesuatu yang tidak jelas hasilnya nanti. Mulai saat itu, hari-hari saya habiskan di Sungai Meno. Saya mengerjakan sebuah pertaruhan,” tutur peraih Penghargaan Energi Prakarsa 2013 dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral itu.
Tiga hari pertama, Sudirman berkutat sendiri dengan proyek tersebut. Memasuki hari keempat, sejumlah tetangga yang sudah mulai mengetahui maksud kegiatannya mulai turun tangan membantu. Ada satu orang yang ikut menyumbang dua zak semen. Kemudian disusul tiga orang lainnya membantu bapak dua anak itu membangun alur sungai dan bak penampung air.
Terang
Sekitar pertengahan Maret, kerja keras itu mulai berbuah hasil. Sebuah kincir kayu berdiameter 50 sentimeter mampu menghasilkan listrik yang bisa dipergunakan untuk menerangi empat rumah. Salah satunya tentu saja rumah Sudirman yang berjarak sekitar 50 meter dari Sungai Meno.
Dengan potensi yang masih bisa digenjot, Sudirman terus berkreasi. Ia kemudian mengganti kincir berdiameter 50 cm dengan ukuran yang lebih besar, 80 cm. Hasilnya, rumah yang bisa diterangi listrik bertambah, dan sejumlah perlengkapan rumah tangga, seperti televisi, pun mampu dinyalakan dengan sumber aliran listrik tersebut.
”Tetapi, lampu masih sering redup. Itu sebabnya, saya mengganti lagi dengan kincir yang lebih besar diameternya, 150 cm. Barulah cahaya lampu yang dihasilkan relatif stabil. Rumah yang dialiri listrik bertambah jadi 13 unit,” ujarnya senang.
Sejak kincir berdiameter 150 cm berputar pada 2005, warga pun berinisiatif menyetor iuran. Dana itu kemudian dipakai untuk operasionalisasi PLTM, terutama membeli komponen dinamo yang harus diganti setiap dua bulan.
Saat ini, warga menyumbang iuran Rp 25.000 bagi keluarga yang tak punya televisi, dan Rp 40.000 bagi keluarga yang ingin menikmati tontonan televisi. Listrik pun bisa menyala 24 jam.
Namun, rasa dahaga Sudirman belum takluk juga. Pasalnya, masih ada 37 rumah yang belum bisa menikmati hasil keringatnya.