Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Rela Menahan Kantuk Demi Evakuasi Jenazah Korban

Eko dan kawan-kawannya lebih banyak terjaga. Tidur pun hanya cukup tiga jam saja.

Penulis: Rahmat Patutie
Editor: Y Gustaman
zoom-in Rela Menahan Kantuk Demi Evakuasi Jenazah Korban
Tribunnews.com/Rahmat Patutie
Eko Sulistio, relawan PKPU yang ikut bergabung bersama tim gabungan untuk misi SAR korban penumpang pesawat AirAsia QZ8501 di Selat Karimata dan Laut Jawa. Gambar diambil Rabu (7/1/2015). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rahmat Patutie

TRIBUNNEWS.COM, KUMAI - Bangku sepanjang dua meter itu seperti kasur empuk bagi Eko Sulistio (42), sekadar untuk memejamkan mata barang sebentar. Ia tak bisa membohongi badannya yang lunglai setelah seharian ikut mengevakuasi jenazah korban penumpang AirAsia QZA8501 di perairan Laut Jawa.

Kapal Negara SAR 224 baru saja membuang sauh di Pelabuhan Kumai, Kalimantan Tengah, Rabu (7/1/2015) dini hari. Selama pencarian hari itu, Eko bersama lima temannya dari PKPU, sebuah lembaga nasional kemanusiaan, ikut berlayar dengan kapal yang dominan berkelir jingga mencari dan mengevakuasi korban.

Cuaca buruk, tinggi gelombang sampai tiga meter mengintai kapal Basarnas yang terombang-ambing selama pencarian jenazah. Dari semua pengalamannya terjun untuk misi kemanusiaan, evakuasi di laut menjadi pengalaman pertama baginya. "Pengalaman evakuasi kali ini berbeda, luar biasa," cerita Eko kepada Tribun.

Berpacu dengan keselamatan diri di atas geladak kapal yang menari karena ombak naik turun, relawan yang mengikuti misi SAR tak terkecuali Eko harus memasang mata, memperhatikan permukaan air apakah ada benda tak lazim mengapung, yang bisa saja jenazah atau serpihan pesawat.

Dalam misi mulia seperti ini, tak pernah ada kata nyaman untuk istirahat atau tidur. Sejak ikut bergabung dalam misi evakuasi terhitung Sabtu (3/1/2015), Eko dan kawan-kawannya lebih banyak terjaga. Tidur pun hanya cukup tiga jam saja. Katanya, "Kami tergerak hati untuk masalah kemanuasiaan."

Bukan sekali ini pria asli Yogayakarta turun untuk misi kemanusiaan. Jiwa petualangnya sudah mengantar Eko sebagai relawan ketika Aceh diamuk tsunami pada 2004 silam. Sejak itu menjadi relawan adalah jalan hidupnya. Ia turun saat gempa Mentawai, Merapi meletus pada 2010, banjir bandang di Wasior dan masih banyak lagi.

Berita Rekomendasi

Berlapis pengalaman membuat Eko dan teman-temannya sudah tahu harus berbekal apa. Bahkan, peralatan pribadi yang dibutuhkan untuk evakuasi pesawat seperti AirAsia QZ8501, seperti masker khusus anti biokimia, helm rescue, pelampung, sarung tangan karet latex, baju lapangan, cairan antibakteri, sudah mereka siapkan.

"Kami bekerja tidak ada paksaan. Semua ini atas dasar kemanusiaan. Kami meminta untuk tidak dibayar. Tiap dana keberangkatan ada yang pribadi dan ada yang sponsor," kata pria yang juga tergabung dalam Pramuka Peduli Penanggulangan Bencana itu.

Eko adalah pria yang bertanggungjawab sebagai kepala rumah tangga meski sering terjun untuk misi kemanusian, jauh dari rumah. Alumnus Universitas Negeri Jakarta ini menghidupi istri dan tiga anaknya dengan membuka usaha wisata alam terbuka atau outbound seperti arum jeram, di Sukabumi, Puncak, dan Kepulauan Seribu.

"Kita bekerja setiap hari itu biasa, yang luar biasa adalah ketika kita bisa membantu korban pesawat AirAsia. Itu baru hal yang luar biasa. Kita tim gabungan yang bertaruh nyawa di lapangan, dengan kondisi cuaca yang tidak bersahabat. Marilah berempati, saling tolong-menolong," kata Eko menutup pembicaraan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas