Kopi Luwak di Wonosalam, Harga Kaki Lima Rasa Bintang Lima
“Awalnya harga kopi murah. Karena itu, saya dan anak saya berpikir bagaimana agar kopi ini bisa laku. Kemudian muncullah gagasan membuat kopi luwak in
TRIBUNNEWS.COM,JOMBANG - BAGI anda pecinta dan penikmat minuman kopi, pastinya sudah mengenal kopi luwak, bahkan bisa jadi merupakan primadona yang wajib disruput.
Menikmati kopi luwak dengan nuansa alam pedesaan di lereng pegunungan pasti berbeda dengan perkotaan. Lebih-lebih harganya jauh lebih murah.
Suasana itulah yang barangkali bisa ditemukan di Warung Pojok yang berada di Dusun Sumber, Desa Sumberejo, Kecamatan Wonosalam, Kabupaten Jombang, sebuah dataran tinggi di lereng Arjuno.
Di Warung Pojok milik Satiran ini, cita rasa seduhan dan biji kopinya tak kalah dengan yang ada kedai kopi luwak di perkotaan, bahkan di kafe bergensi dan restoran pada hotel bintang. Namun harganya jauh lebih murah.
Secangkir kopi luwak yang di perkotaan biasanya dibandrol paling minimal Rp 100.000, di warung milik Satiran ini hanya dipatok Rp 10.000.
Ibaratnya ini setara harga di kaki lima, namun citarasa dan kualitasnya selevel dengan resto di hotel bintang lima.
Tak heran jika kini warungnya mulai menjadi jujugan penyuka dan penikmat kopi.
Bahkan kian banyak warga luar daerah datang ke warungnya, sembari rekreasi di Wonosalam yang memang berhawa sejuk.
Meski tidak pernah menyelesaikan pendidikan hingga bangku kuliah, namun apa yang dilakukan Satiran ini perlu diacungi jempol. Terlahir di wilayah penghasil kopi, ia berhasil membaca keadaan sekitarnya.
Dengan sedikit memutar otak, disulapnya kopi asli Wonosalam ini menjadi minuman kopi dengan kualitas tinggi.
“Awalnya harga kopi murah. Karena itu, saya dan anak saya berpikir bagaimana agar kopi ini bisa laku. Kemudian muncullah gagasan membuat kopi luwak ini,” tambahnya.
Sejak tiga tahun ini, Satiran memproduksi kopi luwak asal Wonosalam. Bermula dari warung kopi biasa, kini usaha kopi miliknya itu sudah mulai naik daun.
Banyak wisatawan luar daerah yang menjadi langganannya. Omzet setiap bulannya pun terus naik, meskipun dia merahasiakan angka pastinya.
“Alhamdulillah, sekarang sudah mulai banyak peminatnya. Kebanyakan dari luar kota,” jelasnya.
Jalan yang dilalui ayah lima anak sejak merintis warung kopi luwak ini tergolong terjal dan berliku.
Selama tahun pertama sejak membuka warung, ia harus menderita kerugian, karena kopi luwak produksinya ini sepi pembeli.
“Tahun pertama paling sulit. Modal belum kembali, karena sepi pembeli,” terangnya.
Dari informasi yang diterimanya, harga murah yang dipatok untuk secangkir kopi luwak asli ini membuat orang tak percaya.
Banyak yang mengira kopi luwak dengan harga Rp 10.000 per cangkir tidak masuk akal, karena itu mengira palsu.
“Gara-gara itu banyak orang tidak percaya. Makanya awal-awal kami berjualan sepi peminat. Mereka itu berpikir kopi luwak yang harganya Rp 10.000 per cangkir itu palsu, sebab harga di pasaran sekitar Rp 100.000,” ungkap kakek dari 16 cucu ini.
Untuk menjaga kemurnian citarasa kopi luwak, Satiran memilih memelihara luwak ketimbang membeli bubuk kopi luwak yang kini banyak beredar di pasaran umum.
Cara ini dilakukan agar selain menjamin keaslian biji kopi betul-betul keluar dari (maaf) anus luwak, juga para penikmat kopi bisa melihat langsung hewan luwak maupun biji kopi yang dihasilkan.
Luwak memiliki sistem pencernaan yang sederhana sehingga makanan yang keras seperti biji kopi tidak tercerna. Biji kopi luwak seperti ini pada masa lalu hingga kini diburu para petani kopi.
Diyakini luwak hanya memakan biji kopi terbaik. Dan setelah difermentasikan secara alami di dalam sistem pencernaan luwak, masuk akal bisa memunculkan kopi dengan cita rasa dan sensasi berbeda, khususnya bagi penikmat kopi sejati, ketimbang minuman kopi biasa.
Di warungnya yang sederhana, Satiran membeberkan, untuk membuat kopi luwak ini diperlukan cara khusus. Dan cara yang digunakan merupakan cara-cara tradisional.
Hal ini dilakukan juga untuk menjaga originalitas citarasa kopi itu sendiri.
Untuk menghasilkan kopi luwak yang berkualitas, menurutnya, butuh proses lama, dengan ketelitian tinggi serta kebersihan yang harus benar-benar terjamin.
Proses pencuciannya saja harus diulang tujuh kali, yang dilakukan menggunakan air yang mengalir.
Setelah kopi dicuci bersih dari ‘feces’ luwak, biji kopi kemudian dikeringkan dengan cara dijemur pada terik matahari. Usai itu baru disangrai atau disangan dengan nanangan, dan pembakarannya harus menggunakan kayu bakar.
“Nanangan atau wajan ini berupa ‘wingko’, terbuat dari tanah liat. Apinya juga dari kayu bakar, jadi tidak akan merubah rasa dari kopi itu sendiri,” tuturnya.
Penyanganan atau proses sangrai ini membutuhkan waktu minimal satu jam. Untuk hasil maksimal, sambung Satiran, selama proses sangan tersebut kopi harus terus diaduk agar merata.
Setelah kopi benar benar matang, kopi luwak langsung digiling menjadi bubuk kopi.
Demikian pula untuk membuat seduhan atau minuman kopi luwak, jelas Satiran, caranya juga khusus, meski pun cukup sederhana.
Yaitu, tuangkan air secukupnya lalu dimasak hingga mendidih. Setelah itu masukkan kopi luwak di air mendidih tersebut.
“Lantas biarkan larut dalam air, dan diamkan selama tiga menit dalam cangkir. Jangan lupa ditutup, agar aroma kopi tetap harum,” lanjutnya membeber rahasia menyeduh kopi luwak.
Ia berharap, kopi luwak buatannya itu dapat menembus pasar nasional. Selain itu juga bisa lebih mengangkat potensi pariwisata di Kecamatan Wonosalam.
Itu pula sebab, selain melayani pembeli yang minum seduhan kopi luwak di tempat atau warungnya, dia juga melayani pembelian kopi luwak dalam bentuk bubuk.
Harganya? Juga cukup murah. Jika secangkir seduhan kopi luwak ia jual Rp 10.000, untuk satu ons bubuk kopi luwak, pembeli cukup merogoh kocek Rp 100.000.
Harga juga jauh lebih murah dari harga bubuk kopi luwak asli yang dijual di perkotaan.
Nikmatnya kopi luwak asli Wonosalam ini dibenarkan Kholik, warga kota Surabaya. Kholik hampir setiap akhir pekan, menyempatkan datang ke Kecamatan Wonosalam untuk rekreasi dengan keluarganya.
Setiap kali ke Wonosalam, ia pun selalu mampir di warung kopi luwak milik Satiran.
“Sejak muda saya suka kopi, apalagi kopi luwak. Jadi saya tahu betul mana yang ada campurannya, dan mana yang asli. Kalau ini jelas asli,” kata Kholik, sembari menyeruput seduhan kopi panas, yang bahan bakunya keluar bersama ‘feces’ musang tersebut.(sutono)