''Freelancer Lebih Enak, Tidak Terikat dan Bisa Jadi Istri Simpanan''
Para freelancer datang ke Batam dengan kemauan dan biaya sendiri tanpa melalui agen atau perantara
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Batam, Alvin Lamaberaf
TRIBUNNEWS.COM, BATAM -- Praktik “bisnis perempuan” di Batam tidak hanya dijalankan para wanita penghibur di bawah naungan mami-papi, tapi juga sebagian ada yang beroperasi di bawa bendera pribadi yang biasa disebut freelance.
Empat wanita yang berprofesi sebagai pekerja seks komersil (PSK) berinisial W, SM, D, dan B yang ditemui Tribun Batam awal Februari 2015 lalu menceritakan kisah mereka sebagai PSK freelance. Keempat freelancer mengaku lebih suka berbisnis sendiri karena bebas tanpa keterikatanan apapun dengan mami-papi.
" Kami tak mau terikat,” ungkap SM santai.
Bagaimana cara mereka bisa sampai Batam, juga berbeda dengan PSK yang “dibisniskan” mami-papi. Para freelancer datang ke Batam dengan kemauan dan biaya sendiri tanpa melalui agen atau perantara.
Mereka bisanya masuk ke diskotik dan tempat hiburan malam lainnya juga secara pribadi. Di tempat tersebut (biasanya masuk ruang VIP) untuk bersenang-senang. Selanjutnya berkenalan dengan para pria yang juga hadir di tempat tersebut.
Darisanalah transaksi prostitusi ini dimulai.
“Kami masuk ke pub dan discotek. Kami kenalan sama laki-laki saat mabuk. Tukaran Nomor telepon, siapa tahu dia kesepian atau lagi ‘pingin’ bisa telepon,”cerita D.
Saat berada di tempat hiburan malam, lanjut D, tidak jarang mereka harus menggunakan narkoba seperti ineks, sabu, dan ekstasi juga meneguk alkohol agar mabuk. Kalau sudah mabuk biasanya semuanya jadi tambah berani.
“Bisnis perempuan” secara freelance terjadi seperti bola salju. Jika satu pelanggan merasa puas dengan layanan seorang freelancer, maka tidak segan-segan mereka memberikan rekomendasi si freelancer kepada teman-teman hidung belang lainnya.
Bahkan, tidak sedikit para freelancer yang berubah status dari hanya seorang PSK menjadi istri simpanan.
“Kalau servis kita bagus nanti nomor kita dikasih sama kenalannya atau kawannya. Nanti mereka bisa pakai kita lagi bahkan bisa jadi istri simpanan,”ungkap D lagi.
Para freelancer memang lebih suka menjalankan bisnisnya sendiri karena sama sekali tidak ingin ada keterikatan apapun dengan mami-papi.
Jika sudah terikat dengan mami-papi, agak sulit mengeluarkan diri. Alhasil, walaupun tamu yang didapat tidaklah dari mami-papi, para PSK harus tetap menyetorkan sejumlah uang ke mereka.
Bahkan, jika mereka tidak sedang bekerjapun, setiap hari tetap harus menyetorkan uang. Hal ini diungkapkan S, seorang PSK yang ditampung di salah satu kos-kosan di Jodoh.
S menceritakan, kerja atau tidak, setiap hari dia harus menyetorkan ke maminya secara tunai sebesar Rp 50 ribu.
“Walapun tak dapat pelanggan dan tidak keluar 'mencari' tetap harus bayar Rp 50 ribu sehari,”ungkap S.
Sebab itu, bagaimanapun keadaannya, S selalu keluar mencari pelanggan.
" Kita dapat atau tak dapat pun harus cash Rp 50 ribu. Kita kan harus keluar cari kalau gak gimana nanti buat makan. Makan aja bayar sendiri. Aku sudah jenuh juga bang," ungkap S yang sudah dua tahun melakoni profesi sebagai perempuan panggilan.
Berapakah tariff yang harus dibayarkan tamu kepada para pelaku “bisnis perempuan” baik yang bekerja terikat (di bawah naungan mami-papi) maupun freelancer? Baca penelusurannya esok hari di website kami.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.