Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Rumah Marzuki Dieksekusi PN Lamongan Saat Lagi Dipakai Gelar Pengajian

Apalagi saat eksekusi dilakukan, pemilik rumah tengah menggelar pengajian,

Editor: Sugiyarto
zoom-in Rumah Marzuki Dieksekusi PN Lamongan Saat Lagi Dipakai Gelar Pengajian
Warta Kota
ilustrasi 

TRIBUNNEWS.COM, LAMONGAN - Eksekusi dua rumah dan satu rumah huller milik Marzuki di Desa Sekarbagus, Kecamatan Sugio, yang dilakukan Pengadilan Negeri (PN) Lamongan, ditolak pemilik rumah serta Kepala Desa.

Apalagi saat eksekusi dilakukan, pemilik rumah tengah menggelar pengajian, Rabu (11/2/2015).

Saat petugas eksekusi tiba bersama sejumlah personil Polres, isak tangis dan suasana haru mewarnai keluarga Marzuki.

Rombongan juru sita dari PN Lamongan, didampingi puluhan petugas keamanan langsung mendatangi rumah Marzuki di Desa Sekarbagus, Kecamatan Sugio, 15 Km dari Kota Lamongan.

Termohon Natalia, pemenang gugatan di PN, mengklaim telah memiliki sertifikat ketiga rumah tersebut lantaran telah memenangkan lelang yang digelar Bank Danamon, yang sebelumnya memberikan pinjaman kepada Marzuki.

Suasana cukup mencekam saat pemilik rumah mencoba menghadang eksekutor dan melakukan aksi protes keluar rumah.

Meski tanpa harus membawa piranti yang membahayakan, Marzuki merasa ada kejanggalan serta manipulasi yang dilakukan oleh pihak bank dengan Natalia.

Berita Rekomendasi

Marzuki dibantu sejumlah warga dan Kepala Desa, Sholeh berusaha menghentikan proses eksekusi. Namun karena jumlah petugas yang mengamankan proses eksekusi jumlahnya lebih besar, pemilik rumah beserta keluarga tak mampu berbuat banyak.

Merekapun merelakan semua barang miliknya dikeluarkan secara paksa dengan hujan air mata. Dan juru sita langsung menggembok dua rumah serta tempat penggilingan padi. Semua barang milik tergugat diboyong ke Balai Desa.

Marzuki menilai, proses eksekusi menyalahi aturan karena klaim Natalia menyebutkan telah memiliki sertifikat ke tiga rumah tersebut sejak Tahun 2008.

Padahal pada 2009, masih melakukan transaksi dengan pihak bank dan masih melakukan pembayaran hingga April 2011.

Sementara itu, Kepala Desa Sekarbagus, Sholeh menganggap, sertifikat yang dimiliki Natalia adalah tidak sah dan cacat hukum karena selama ini pihak desa belum menerima register transaksi jual beli antara Natalia dan Marzuki, termasuk untuk balik nama.

”Diindikasikan adanya permainan dalam kasus ini antara pihak bank dengan Natalia serta PN Lamongan,” kata Sholeh.

Kasus ini bermula pada 2006, Marzuki hutang di Bank Danamon dan tiap dua tahun sekali melakukan take over hingga pada akhir 2009, Marzuki tetap rutin membayar. April 2011, terakhir membayar Rp 26 juta dan bermaksud mencoba take over lagi, ternyata sertifikat sudah berubah menjadi hak milik Natalia sejak 2008.

Sejak tahu hal itu, tergugat tidak mau membayar lagi karena sertifikat sudah berubah Natalia. Namun Natalia mengaku sebagai pemenang lelang pada 2008. "Tapi kenapa pada 2009 take over masih disetujui,” ungkap Marzuki.

Juru sita dari PN Lamongan, M.Samsul mengatakan, pihaknya sebatas menjalankan tugas sesuai keputusan PN. Dan Natalia sebagai pemilik yang sah dengan bukti sertifikat serta memenangkan lelang,” katanya.

Sumber: Surya
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas