Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Mati Beruntun, Orang Rimba Jambi Alami Krisis Pangan dan Terserang Penyakit

Kematian beruntun dialami Orang Rimba, warga suku pedalaman di Taman Nasional Bukit Duabelas, Jambi, sejak dua bulan terakhir.

Editor: Sugiyarto
zoom-in Mati Beruntun, Orang Rimba Jambi Alami Krisis Pangan dan Terserang Penyakit
Kompas/Irma Tambunan
anak-anak rimba menempuh perjalanan menuju lokasi belajar bersama dalam Taman Nasional Bukit Duabelas, Sarolangun, Jambi, Jumat (26/4/2013). Pendidikan khusus melalui pendekatan budaya lokal yang dilaksanakan relawan dari Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi telah menjadikan lebih dari 400 anak rimba melek huruf. 

TRIBUNNEWS.COM, JAMBI — Kematian beruntun dialami Orang Rimba, warga suku pedalaman di Taman Nasional Bukit Duabelas, Jambi, sejak dua bulan terakhir.

Kematian beruntun itu diduga disebabkan oleh krisis pangan dan air bersih.

Kematian terjadi pada 11 orang dari sekitar 150 warga Kelompok Terap dan Kelompok Serenggam, warga Orang Rimba di Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD) di Kabupaten Batanghari dan Sarolangun, Jambi.

Menurut Fasilitator Kesehatan Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, Yomi Rivandi, Senin (2/3), di Jambi, sebagian besar warga, terutama anak-anak di kelompok itu, terjangkit batuk dan demam.

Akibat kematian beruntun, Orang Rimba setidaknya sudah tujuh kali melangun, berpindah tempat hidup akibat kesedihan setelah kematian anggota kelompoknya.

Sebagian besar lokasi melangun adalah pinggir desa dan perkebunan sawit.

Di daerah jelajah yang baru itu Orang Rimba menghadapi krisis pangan. "Kondisi ini diduga memicu kematian warga. Sebagian besar adalah balita," ujarnya.

BERITA TERKAIT

Ia menjelaskan, dua kelompok Orang Rimba itu semula berdiam di wilayah Terap dan Serenggam.

Akibat kematian anggotanya, kelompok ini melangun ke wilayah Desa Olak Besar, lalu Desa Baru, Desa Jernih, Sungai Selentik, dan Sungai Telentam di Desa Lubuk Jering.

Kini kelompok itu pindah lagi ke wilayah Sungai Kemang, Desa Olak Besar.

"Selama melangun, warga kekurangan sumber pangan sehingga menurunkan daya tahan tubuh saat banyak warga sakit," ujarnya.

Kondisi hutan yang menyempit tidak memungkinkan Orang Rimba melangun dalam hutan, tetapi ke desa di pinggir hutan. TNBD saat ini juga dalam kondisi paceklik. Hewan buruan juga makin sedikit.

Sudah ditinjau

Penanggung Jawab Pengobatan Puskesmas Durian Luncuk, Kabupaten Batanghari, dr Takwim, mengatakan sudah meninjau kondisi Orang rimba bersama timnya, pekan lalu.

Ia mendapati sekitar 60 anak di kelompok itu terserang batuk parah, sebagian dalam kondisi demam.

Sebagian besar anak juga dalam kondisi malnutrisi. Kondisi gizi buruk itu diduga memperburuk kesehatan anak-anak Rimba, dan kemungkinan memicu kematian.

Takwim menambahkan, dari sejumlah anak penderita demam yang dites darah, ada satu anak yang dinyatakan positif menderita malaria.

Ia mengimbau kelompok itu agar membawa anak Rimba itu menjalani rawat inap di rumah sakit umum daerah. "Rawat inap belum dilakukan sebab orangtua anak itu sedang berburu di hutan selama beberapa hari," ujarnya.

Jumlah Orang Rimba saat ini sekitar 3.600 orang. Sekitar 2.000 warga Rimba hidup berpindah di TNBD.

Sekitar 1.600 jiwa lainnya tersebar di perkebunan, hutan tanaman industri, dan dusun di luar taman nasional. Sumber penghidupan Orang Rimba di TNBD sebenarnya melimpah.

Namun, kawasan hutan terus digerogoti untuk kebun, mulai dari tepian taman nasional. Dari sekitar 130.000 hektar luas hutan Orang Rimba dalam TNBD di Kabupaten Sarolangun, Tebo, Merangin, dan Batanghari, kini hanya tersisa 60.400 hektar. (ITA)

Sumber: KOMPAS
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas