Suprianto: Mujiati Juga Kirimkan Batu Nisan Tertulis Dua Anaknya
"Semua barang yang saya terima sudah saya sedekahkan ke desa. Terserah buat siapa yang memerlukan," tutur Suprianto.
Editor: Y Gustaman
Suprianto malah dikirimi pula enam pesan pendek berisi parikan atau pantun dalam bahasa Jawa yang susah dimengerti. Bahkan, ada satu pesan pendek yang hanya bertuliskan "penjajahan." Dia juga tak tahu maksudnya.
"Semua barang yang saya terima sudah saya sedekahkan ke desa. Terserah buat siapa yang memerlukan," tutur Suprianto. Ia juga sudah mengetahui sebagian beras kiriman itu dibagikan ke warga yang tidak mampu.
Nyardi, kakak tertua Mujiati, juga kaget ketika mendapat kiriman peti mati dan batu nisan bertuliskan namanya. "Saya diam saja. Saya berdoa saja semoga itu berarti umur saya panjang," katanya kalem.
Ia mengenang Mujiati berkepribadian biasa saja dan memastikan tidak ada masalah keluarga. "Tapi setelah lama enggak ketemu, saya enggak tahu dia bagaimana. Apalagi sekarang di Malaysia," tutur Nyardi.
Sedang Suprianto malah melihat kakaknya sebenarnya sosok yang asyik. "Mbak saya itu orangnya enak, fair. Tapi yang enggak mengerti itu, kenapa mengirimi barang-barang seperti itu," gerutunya.
Jika ditotal, nilai barang kiriman Mujiati mungkin sekitar Rp 20 juta. Anehnya pula, barang-barang itu tidak dikirimkan langsung kepada dua anaknya yang masih hidup Vivo dan Leni.
Vivo kini duduk di kelas 5 sekolah dasar dan Leni sudah berusia 17 tahun. Keluarga Suprianto mendengar, Leni sudah bekerja di Malang Town Square (Matos) namun tidak diketahui sebagai apa.
Sementara, Pak Man, tetangga Supriadi, juga kaget ketika ikut menyaksikan sopir truk mengirim paket horor itu. "Diangkut pakai truk besar. Saya sempat berpikir, itu sales peti mati sedang ngider-ngider (berkeliling). Kok sampai masuk-masuk kampung," tuturnya.